KPK Sebut Koordinasi Dana Desa Bermasalah dan Rawan Korupsi

Joko Panji Sasongko | CNN Indonesia
Jumat, 09 Des 2016 03:00 WIB
KPK menemukan tidak ada koordinasi yang baik antarkementerian atas pelaksanaan UU Desa. Hal ini membuat penyaluran dana desa terhambat dan rawan korupsi.
KPK menemukan tidak ada koordinasi yang baik antarkementerian atas pelaksanaan UU Desa. Hal ini membuat penyaluran dana desa terhambat dan rawan korupsi. (CNN Indonesia/Anggit Gita Parikesit)
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi menemukan masalah koordinasi antar kementerian dan lembaga terkait proses implementasi program dana desa. Masalah itu menyebabkan proses penyaluran dana terhambat dan menyebabkan terjadinya korupsi.

Direktur Penelitian dan Pengembangan KPK Wawan Wardiama mengatakan, buruknya koordinas​​i tersebut karena tidak adanya kesamaan pemahaman teknis terhadap Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Ia berkata, kajian KPK soal program dana desa yang dilakukan sejak 2014 menjelaskan hal itu. Kementerian terkait kerap melempar tanggung jawab atas setiap proses kebijakan yang harus diterbitkan untuk menunjang program tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Kajian KPK menemukan tidak ada kordinasi yang baik antarkementerian atau Lembaga atas UU Desa,” ujar Wawan dalam diskusi mengenai dana desa di Kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Jakarta, Kamis (8/12).

Selain masalah koordinasi dan pemahaman teknis, KPK juga menemukan tiga permasalahan lain dalam pengelolaan dana desa. Di antaranya ketidakcukupan sumber daya manusia, lemahnya kompetensi, dan tidak adanya infrastruktur pendukung.

Ketiga temuan itu, kata Wawan, secara tidak langsung mempengaruhi pengelolaan dana di tingkat desa. Pasalnya, KPK menemukan beberapa desa salah memanfaatkan dana tersebut.

“KPK menemukan anggaran yang disusun kerap tidak menggambarkan kebutuhan yang diperlukan desa. Laporan pertanggungjawaban dana juga belum mengikuti standar dan rawan manipulasi,” ujarnya.

Terkait hal tersebut, KPK mendesak pihak pembuat komitmen melakukan pengawasan berbasis risiko yang bersifat berkelanjutan, efektif, dan efisien. Menurutnya, perlu ada perencanaan yang tepat mengingat keterbatasan sumber daya pengawasan terhadap pengelolaan dana desa pada 434 daerah dan 74.754 desa.

Musyawarah Desa

Dalam kesempatan yang sama, anggota Komisi II DPR Budiman Sudjatmiko mengatakan, semua pihak harus memahami bahwa Desa merupakan entitas tersendiri dalam struktur pemerintah. Desa berhak mengatur dan mengurus urusannya sendiri dalam koridor hukum yang berlaku.
Budiman Sudjatmiko menegaskan, setiap proses kebijakan harus melalui musyawarah desa.Budiman Sudjatmiko menegaskan, setiap proses kebijakan harus melalui musyawarah desa. (CNNIndonesia/Christie Stefanie)
Meski demikian, Budiman menegaskan, setiap proses kebijakan harus melalui musyawarah desa. Hal tersebut dianggap penting untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam pengelolaan dana desa.

“Praktik pelaksanaan penerapan asas UU Desa dalam pengelolaan dana desa harus mengutamakan musyawarah desa karena itu forum tertinggi," ujar Budiman.

Lebih lanjut, ia mamparkan, dana desa akan meningkat tiap tahunnya. Peningkatan anggaran bagi desa dilakukan untuk kepentingan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.

Budiman mencatat, pada 2017 tiap desa diproyeksikan akan mendapat dana sebesar Rp2,04 miliar per tahun. Dana itu diperoleh dari Dana Desa, Alokasi Dana Desa (ADD), dan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).

"Tahun ini rata-rata daerah menerima Rp1,5 miliar. Roadmap Dana Desa tahun 2019 rata-rata Desa akan mencapai Rp2,38 miliar," ujarnya.

Di sisi lain, Direktur Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Taufik Madjid tak memungkiri implementasi pengelolaan Dana Desa bermasalah. Salah satu malasah dalam pengelolaan dana tersebut terkait dengan sistem pembagian dana.

Ia berkata, sampai saat ini proporsi pembagian dana desa masih 90:10. Sebanyak 90 persen dana dibagi merata ke seluruh desa, sedangkan 10 persen dibagi berdasarkan jumlah dan keluasan wilayah. Menurutnya, proporsi pengalokasian dana tersebut terbilang tidak adil.

"Dalam draft RPP kami meminta 75:25 atau 50:50. Namun Kemenkeu masih bertahan 90:10 karena alasan finansial," ujarnya.

Lebih lanjut, selain masalah proporsi, Taufik berkata, tranfer dana dari kas negara ke kas desa juga masih bermasalah. Ia menyebut, saat ini proses penyaluran dana harus melalui Kabupaten sebelum disalurkan ke Desa.

"​Seharusnya jangan ditransfer ke Kabupaten, langsung kas desa. Karena itu menghambat penyaluran dan penyerapan. Di daerah banyak pungli, bahkan dimainkan oknum Satuan Kerja Perangkat Daerah," ujarnya.

Meski demikian, ia mengklaim, penyaluran tahap pertama dana desa tahun ini berjalan baik. Ia menyebut, lebih dari 95 persen dana desa tahap pertama sudah tersalurkan ke desa penerima dana. Pemerintah menerapkan dua tahap penyaluran dana desa, yaitu 60 persen dan 40 persen.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengatakan jumlah dana desa yang akan diserahkan ke pemerintah daerah tahun depan mencapai Rp60 triliun. Jumlah ini meningkat signifikan dibandingkan alokasi dana desa 2015 sebesar Rp47 triliun.

“Secara keseluruhan transfer ke daerah dan dana desa tahun depan itu Rp764,9 triliun. Saya titip ke kepala desa, ke bupati, walikota dan gubernur uang ini jangan dikorupsi satu rupiah pun,” kata Jokowi usai menyerahkan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) di Istana Negara, Rabu (7/12). (pmg/rel)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER