Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar menilai, Presiden RI Joko Widodo gegabah dalam menghadapi kasus Munir. Hal itu terkait dengan tidak dipublikasikannya dokumen Tim Pencari Fakta kasus Munir oleh Jokowi.
"Ada ketidaktertiban dalam kasus Munir, Presiden gegabah," ujarnya saat diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (10/12).
Dia menambahkan, Komisi Informasi Pusat (KIP) telah memutuskan bahwa dokumen penyelidikan TPF kasus Munir sebagai dokumen publik. Dengan begitu, Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) yang diketahui memiliki dokumen tersebut, harus membukanya kepada publik. Namun, Putusan KIP itu tidak bisa dipenuhi Setneg.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemensetneg menyatakan bahwa dokumen itu telah hilang sehingga tidak bisa membuka dokumen tersebut kepada publik. Jaksa Agung dan pihak kepolisian kemudian diperintahkan mencari dokumen itu.
"Sampai hari ini, yang namanya Jaksa Agung dan polisi tidak pernah menindaklanjuti untuk dokumen itu. Hari ini mereka tidak mengumumkan apa hasilnya. Kalau tidak ditemukan pun kenapa alasannya," ucapnya.
Keberadaan dokumen kasus Munir sebenarnya sudah terpecahkan setelah Presiden ke-enam Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), pada Oktober lalu, menyatakan memiliki salinan dokumen tersebut.
Jokowi juga telah menerima salinan hasil akhir penyelidikan TPF kematian Munir dari SBY. Salinan dokumen itu dikirim mantan Sekretaris Kabinet Indonesia Bersatu Sudi Silalahi ke pihak Istana melalui kurir.
Saat ini dokumen tersebut berada di Kementerian Sekretariat Negara (Setneg). Sudi mengirimkan salinan hasil akhir penyelidikan TPF setebal 56 halaman. Dokumen yang sama pernah diserahkan TPF Munir kepada SBY sebelas tahun lalu. Tidak ada lampiran yang disertakan dalam kopian itu.
Pemerintah masih terus mencari dokumen asli hasil penyelidikan TPF 11 tahun silam.
(les)