Hakim Tolak Permohonan Praperadilan Buni Yani

Priska Sari Pratiwi | CNN Indonesia
Rabu, 21 Des 2016 17:31 WIB
Hakim Tunggal PN Jakarta Selatan menyatakan, penetapan Buni Yani sebagai tersangka adalah sah dan sesuai prosedur karena telah memenuhi bukti permulaan.
Hakim Tunggal PN Jakarta Selatan menyatakan, penetapan Buni sebagai tersangka adalah sah dan sesuai prosedur karena telah memenuhi bukti permulaan. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Hakim Tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Sutiyono, menolak permohonan praperadilan tersangka kasus dugaan pencemaran nama baik dan penghasutan yang terkait isu suku, agama, ras, dan antargolongan, Buni Yani.

Dalam pertimbangannya, hakim Sutiyono menyatakan, penetapan Buni sebagai tersangka adalah sah dan sesuai prosedur karena telah memenuhi bukti permulaan.

"Mengadili menolak permohonan praperadilan dari pemohon untuk seluruhnya," ujar hakim Sutiyono saat membacakan amar putusan di PN Jakarta Selatan, Rabu (21/12).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hakim Sutiyono tak mempermasalahkan proses penangkapan dan penetapan Buni sebagai tersangka yang dilakukan di kantor polisi usai pemeriksaan sebagai saksi.

Sebelumnya, Buni mempermasalahkan proses penangkapan dan penetapan dirinya sebagai tersangka yang dinilai tak sesuai prosedur. Penetapan Buni sebagai tersangka dilakukan usai ia menjalani pemeriksaan sebagai saksi pada 23 November lalu.

"Menimbang bahwa proses penangkapan telah sesuai prosedur. Keterangan saksi dan ahli telah memenuhi minimal dua alat bukti untuk menetapkan sebagai tersangka," kata hakim Sutiyono.

Hakim Sutiyono juga menyatakan, proses penyidikan terhadap Buni tetap sah meski tidak ada proses gelar perkara. Merujuk dari pendapat ahli yang diajukan penyidik Polda Metro Jaya, hakim Sutiyono mengatakan, dalam KUHAP tidak mengatur soal gelar perkara.

Ketentuan mengenai gelar perkara diatur dalam Peraturan Kapolri Tahun 2012 yang menjelaskan secara khusus bahwa gelar perkara dapat dilakukan secara terbuka atau semi terbuka.

"Tujuan gelar perkara ini sifatnya juga kasuistik dan tidak semua kasus perlu dilakukan gelar perkara," tutur hakim Sutiyono.

Hakim Sutiyono juga menolak dalil Buni yang menyebutkan ketiadaan nomor surat perintah penyidikan (Sprindik) terhadap dirinya. Dari bukti penyidikan, sprindik itu jelas dimulai pada 25 Oktober 2016.

Buni mengaku kecewa dengan hasil putusan hakim. Ia sempat berharap hakim akan mengabulkan permohonan praperadilan yang diajukan. Meski demikian, Buni menyatakan tetap menghormati apa yang telah diputuskan hakim.

"Tadi pas saya salaman, hakim pesan agar saya berjuang di pengadilan saja. Jadi ya sudah," ucapnya.
Ia menilai, hakim mestinya mendasarkan pada yurisprudensi permohonan praperadilan yang diajukan seorang warga di Bali. Buni menuturkan, orang itu disangka sama seperti dirinya dengan pasal 28 ayat (2) UU ITE karena dianggap mencemarkan nama baik Gubernur Bali. Hakim pengadilan setempat kemudian mengabulkan permohonan praperadilan tersebut.

"Tadinya saya berharap yurisprudensi praperadilan di Bali itu bisa jadi putusan hakim di sini. Tapi hakim yang periksa perkara saya sama sekali tidak mempertimbangkan, jadi saya agak kecewa," ungkapnya.

Sementara itu Kepala Bidang Hukum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Agus Rohmat menyatakan akan segera melanjutkan proses penyidikan sesuai hukum acara. Saat ini, kata Agus, berkas perkara telah dilimpahkan tahap satu ke Kejaksaan Tinggi Jakarta.

"Selanjutnya kami menunggu apabila ada petunjuk dari kejaksaan untuk memperbaiki ya, kami perbaiki. Kemudian kami kembalikan lagi sampai nanti lengkap," terang Agus.

Buni sebelumnya dilaporkan oleh relawan pendukung pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat karena diduga melanggar UU ITE. Buni diduga dengan sengaja atau tanpa hak menyebarkan informasi menyesatkan.

Buni mengunggah video pernyataan Ahok tentang Surat Al Maidah ayat 51 yang kemudian menimbulkan polemik dugaan penistaan agama. Melalui akun Facebook pribadinya yang bernama Si Bunni Yani (SBY), Buni mengunggah rekaman video pidato Ahok berdurasi 31 detik dari durasi asli 1 jam 48 menit.

Tiga kalimat yang tertulis dalam posting Buni Yani di Facebook menjadi alasan polisi menetapkannya sebagai tersangka pencemaran nama baik dan penghasutan yang terkait isu suku, agama, ras, dan antargolongan. (pmg/obs)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER