Jakarta, CNN Indonesia -- PT PLN (Persero) menyatakan telah memutus kontrak servis dan perbaikan jangka panjang (Long Term Service Agreement/LTSA) Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Tanjung Batu dengan Rolls Royce sejak 2014. Putus kontrak ini jauh sebelum laporan
Serious Fraud Office (SFO) Inggris menyeruak ke permukaan.
Direktur Bisnis Regional Kalimantan PLN Djoko Abumanan mengatakan, kontrak tersebut tepatnya berakhir pada Juli 2014, sehingga tidak terpantau oleh SFO yang hanya melaporkan kegiatan tersebut antara 2011 hingga 2013. Lelang terbuka dan transparan pun dilakukan untuk proses pemeliharaannya.
"Yang perlu menjadi catatan adalah kontrak dengan Rolls Royce berakhir tahun 2014. Setelah itu kami adakan lelang terbuka untuk pemeliharaan ini, yang akhirnya dimenangkan oleh Siemens," ujar Djoko, Selasa (24/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski lelang dimenangkan Siemens, namun pemeliharaannya tetap dibawa ke pusat pemeliharaan milik Rolls Royce mengingat peralatan tersebut disediakan oleh perusahaan asal Inggris. Berbeda dengan Rolls Royce, skema kontrak dengan Siemens tak bersifat LTSA, namun hanya dalam kontrak jangka pendek.
PLN memiliki sumber daya manusia sendiri yang bisa melakukan pemeliharaan secara mandiri. Kontrak dengan Siemens juga bersifat alih teknologi dan pengetahuan (
transfer knowledge).
"Namun, kami masih memeriksa perbedaan nilai kontrak antara Siemens dengan Rolls Royce, mana yang lebih efisien. Tapi tentu secara alami, kontrak LTSA tentu lebih mahal," katanya.
Dugaan suap itu bermula dari penjualan dua paket generator untuk PLN yang digunakan untuk Pembangkit Listrik Tanjung Batu, Samarinda, Kalimantan Timur pada 1990-an. Pada 2000, Rolls-Royce memperoleh kontrak pemeliharaan proyek itu selama 7 tahun. Saat kontrak hampir berakhir, PLN membuka tender pada 2006 terkait proyek pemeliharaan pembangkit listrik tersebut.
Dokumen SFO menyebutkan, seorang direktur perusahaan yang disebut sebagai Perantara 7 memberitahukan Rolls-Royce, mereka harus melakukan tender terbuka karena situasi baru PLN terkait dengan ‘pengawasan terhadap korupsi’ di perusahaan itu.
Dia juga menjanjikan akan bertemu orang yang bertanggung jawab di PLN saat itu, agar tender dapat menguntungkan Rolls-Royce.
Perjanjian antara PLN dan Rolls-Royce diperkirakan terjadi pada Agustus 2007. Sementara pada November, Perantara 7, meminta pembayarannya dari Rolls-Royce terkait dengan komitmen tersebut.
Dokumen SFO menyatakan, Perantara 7 meminta dibayar sebagian di Indonesia dan sebagian lagi dengan akun bank Singapura memakai nama pribadi. Akhirnya pembayaran dilakukan melalui dua mata uang berbeda dan dua bank terpisah. Uang itu juga disebutkan tetap dibagikan untuk 'jatah' PLN.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga rencananya akan menelusuri informasi dari lembaga SFO ihwal dugaan suap Rolls Royce kepada PLN. "Tentu kalau ada info yang relevan dari SFO, tidak menutup kemungkinan bagi kami untuk mempelajarinya. Kami cek dulu benar atau tidak," ujar Juru Bicara KPK, Febri Diansyah di Gedung KPK, kemarin.
(pmg/yul)