Catatan KPK: 43 Orang dari Lembaga Peradilan Terjerat Korupsi

Sisilia Claudea Novitasari | CNN Indonesia
Rabu, 25 Jan 2017 06:12 WIB
Dari 43 orang yang telah berhasil ditangani kasusnya, 15 orang di antaranya adalah hakim, 11 advokat, 7 panitera, 7 jaksa, dan 3 berlatar belakang polisi.
Ilustrasi gedung KPK. (CNN Indonesia/Andry Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sepanjang perjalanannya mencatat telah menangani 43 orang dari lingkup lembaga peradilan yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Sebagian besar diantaranya berprofesi sebagai hakim.

Kepala Biro Humas KPK, Febri Diansyah mengungkapkan, dari 43 orang yang telah berhasil ditangani kasusnya, 15 orang di antaranya adalah hakim, 11 orang advokat, tujuh orang panitera, tujuh jaksa, dan tiga orang lainnya berlatar belakang polisi.

"Dari polisi tiga ini sebenernya salah satu adalah mantan penyidik KPK juga, Suparman, jadi kami sendiri yang menangani saat itu dari temuan di pengawasan internal," ujar Febri di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, kemarin (24/1/).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Modus yang dilakukan pun beragam. Sebanyak 36 orang tertangkap karena modus penyuapan, dua orang dengan modus pemerasan, dua orang lainnya karena pengadaan barang dan jasa, sisanya karena pencucian uang.

Secara lebih rinci, Febri mengatakan, sebagian besar hakim yang sudah diproses adalah hakim yang mendapatkan tugas di pengadilan tindak pidana korupsi. Salah satunya kasus yang menjerat mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar.

"Jadi, ada enam hakim tipikor. Kemudian empat hakim di Tata Usaha Negara, di Mahkamah Konstitusi ada satu, waktu itu Ketua MK, Akil Mochtar, di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) satu, dan di Peradilan Umum ada sekitar empat orang," kata Febri.

Febri mengatakan penanganan kasus yang menjerat orang-orang di lingkungan peradilan merupakan pekerjaan rumah (PR) penting bagi KPK. Di sisi lain, kata dia, KPK tidak bisa berjalan sendiri dan sangat membutuhkan bantuan dari institusi ataupun lembaga penegak hukum lainnya.

Febri mengatakan, KPK saat ini mengharapkan ada penguatan yang lebih subtansial dan serius untuk penguatan fungsi-fungsi pengawasan di Komisi Yudisial.

Pada kesempatan yang sama, Todung Mulya Lubis, Ketua Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin), mengungkapkan hal yang serupa. Apabila ingin mengubah dan mentransformasikan lembaga penegakkan hukum, terutama peradilan, kata Todung, peran dari Komisi Yudisial seharusnya dioptimalkan.

"Kalau ingin mengubah dan mentransformasikan lembaga penegakkan hukum, terutama peradilan, dari tingkat paling bawah sampai Mahkamah Agung, semestinya juga memberdayakan kembali Komisi Yudisial yang setengah lumpuh sekarang ini," ucap Todung.

Menurut Todung, kewenangan Komisi Yudisial harus lebih ditingkatkan. Tidak cukup hanya menyeleksi hakim agung dan melakukan pengawasan sebatas pada perilaku dan pelanggaran kode etik. peningkatan peran itu bisa dilakukan seperti memperluas kewenangan Komisi Yudisial dalam hal pemeriksaan substansi persidangan.

Todung juga berharap Mahkamah Agung dalam beberapa kasus strategis dapat membuat sidang terbuka agar tidak hanya memeriksa berkas. Hal itu diperlukan untuk menjamin akuntabilitas dan sebagai bentuk tanggung jawab serta transparantasi.

Todung menganggap akuntabilitas di lembaga peradilan cukup mengkhawatirkan, terlebih dengan temuan beberapa kasus korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum. (gil)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER