Jakarta, CNN Indonesia -- Nama Emirsyah Satar mencuat usai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap pengadaan mesin pesawat Airbus dari Rolls-Royce.
Eks Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk ini diduga menerima suap berupa uang dan barang senilai lebih dari Rp20 miliar agar maskapai penerbangan pelat merah itu membeli mesin trent 700 milik Rolls-Royce.
Suap tersebut diduga diperoleh melalui perantara Soetikno Soedarjo,
beneficial owner atau pengendali utama jasa konsultan mesin pesawat bagi Indonesia, Connaught Intenational Pte.Ltd.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kasus ini terungkap atas kerja sama yang dijalin KPK dengan lembaga antikorupsi Inggris Serious Fraud Office (SFO) dan lembaga serupa di Singapura Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB).
 Mantan direktur utama Garuda Indonesia Emirsyah Satar ditetapkan sebagai tersangka kasus suap pembelian mesin pesawat. ( ANTARA FOTO/Zarqoni Maksum) |
Hal itu berawal dari keberhasilan SFO mengungkap 12 tuduhan konspirasi tindak korupsi dan suap Rolls-Royce di tujuh negara, salah satunya adalah Indonesia. Melalui persidangan di Pengadilan Inggris beberapa waktu lalu, Rolls-Royce telah mengakui perbuatannya dan membayar denda £497 juta atau sekitar Rp7,1 triliun kepada SFO.
KPK menyatakan kasus ini merupakan bentuk korupsi lintas negara atau transnasional. Dalam penanganan perkara transnasional, proses penyidikan maupun pengumpulan barang bukti tak bisa sembarangan. Lembaga anti rasuah ini mesti berhati-hati lantaran proses penyidikan melibatkan lebih dari satu negara.
Kasus InnospecPenanganan kasus korupsi transnasional bukan sekali ini saja terjadi. Pada 2010, SFO pernah mengungkap kasus perusahaan kimia Innospec Limited yang terbukti menyuap sejumlah mantan pejabat PT Pertamina (Persero) terkait penjualan Tetra Ethyl Lead (TEL) yang digunakan dalam bensin bertimbal.
Pemberian suap ini dilakukan melalui perantara PT Soegih Interjaya (PT SI) di Indonesia. Pengadilan Inggris saat itu telah memutuskan Innospec bersalah dan wajib membayar denda sebesar US$12,7 juta.
Suap bermula ketika Direktur PT SI Willy Sebastian Lim meminta Direktur Pengolahan PT Pertamina Suroso Atmomartoyo menyetujui The Associated Octel Cimoany Limited (Octel)--pada tahun 2006 berubah menjadi Innospec-- menjadi pemasok bensin bertimbal atau TEL untuk pertamina melalui PT SI.
Innospec dan Pertamina telah membuat perjanjian kerja sama pembelian sejak 2003 hingga maksimal September 2004 dengan harga US$9,97 per metrik ton.
Di saat yang bersamaan, Indonesia mencanangkan program bensin tanpa timbal per 31 Desember 2004 dengan target program dilakukan menyeluruh tahun 2005.
Walaupun demikian, Willy tetap mengusahakan penggunaan Plutecon sebagai oktan alternatif agar bensin dengan timbal tetap dapat digunakan. Rupanya alternatif tersebut diikuti dengan permintaan imbalan sejumlah uang dengan alasan perusahaan pemasok Plutecon pada Pertamina melakukan pemberian imbalan yang sama.
Perusahaan lain, TDS Chemical Co.Ltd sempat menawar harga yang lebih murah yakni US$9,25 per metrik ton. Willy pun berusaha mempertahankan Innospec agar tetap menjadi pemasok utama dengan melakukan negoisasi pada Suroso. Willy meminta pengiriman bensin dengan timbal sejumlah 450 metrik ton dengan harga US$11 ribu per metrik ton sebelum akhir 2004. Jika kerja sama berlangsung hingga tahun 2005, maka Suroso dijanjikan komisi tambahan.
 Pertamina sempat memasok bensin bertimbal dari Innospec dengan melibatkan suap terhadap salah satu pejabat BUMN itu. (Detikcom/ Rachman Haryanto) |
Suroso menyetujui dengan syarat Willy mesti memberikan
fee sebesar US$500 per metrik ton. Suroso pun memperpanjang kerja sama dengan perusahaan asal Inggris itu pada 17 Desember 2004 dengan membuat memo yang disetujui Direksi Pertamina. Penjualan TEL pun dilakukan secara bertahap hingga 5 September 2005.
Modus SerupaKasus yang menjerat dua perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu memiliki modus serupa, yakni perusahaan pemberi suap memberikan penawaran khusus pada penerima suap melalui perantara.
Dalam kasus Rolls-Royce, modus yang digunakan adalah melalui penawaran khusus dari produsen mesin pesawat tersebut kepada Emirsyah. Ketua KPK Agus Rahardjo menyampaikan, dari penawaran itulah Emirsyah diduga mendapatkan keuntungan pribadi.
"Kemungkinan Rolls-Royce ini menawarkan 'kalau membeli mesin kami, maka ada sesuatu'. Kemungkinan seperti itu," ujar Agus di Jakarta beberapa waktu lalu.
Sementara dalam kasus yang menjerat Direksi Pertamina, telah terbukti ada penawaran ‘sesuatu’ berupa
fee yang akan diberikan jika membeli TEL dari Innospec melalui PT SI.
 Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan ada dugaan keuntungan yang diterima oleh Emirsyah Satar dalam kasus pembelian mesin Trent 700. (CNN Indonesia/Safir Makki) |
Bahkan
fee tersebut tak hanya diterima Direksi Pertamina tapi juga Direksi PT SI sebagai agen yang menjadi pihak perantara. Sedangkan dalam kasus dugaan suap Rolls-Royce, KPK masih mendalami keterlibatan Soetikno selaku perantara. Belum diketahui apakah bos Mugi Reksa Abadi (MRA) Grup itu juga menerima jatah dari Rolls-Royce.
Penerimaan suap dari Rolls-Royce sendiri tak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga beberapa negara lain seperti Thailand, China, India, Rusia, Nigeria, dan Malaysia. Sama seperti penanganan kasus Innospec yang juga melibatkan negara lain.
Tindakan suap oleh Innospec mulai terbongkar pada 2005 setelah Amerika Serikat menyelidiki induk perusahaan Innospec di negeri paman sam itu menyuap pemerintah Irak dalam penjualan TEL.
Dilansir dari
BBC, AS kemudian melibatkan SFO untuk berbagi tugas menelusuri kasus dengan menangani suap di Indonesia. Dari hasil audit perusahaan, diperoleh transaksi keuangan dari Innospec pada PT SI yang mengalir ke sejumlah pejabat Pertamina di Indonesia.
Penelusuran Perkara
Dalam penelusuran perkara transnasional, kerja sama KPK dengan SFO maupun CPIB merupakan upaya penting untuk memudahkan proses penyidikan. Salah satunya untuk penanganan aset pihak penerima suap yang ada di luar negeri.
Pada kasus Rolls-Royce, KPK telah bekerja sama dengan CPIB untuk membekukan rekening dan menindaklanjuti kepemilikan kondominium Emirsyah di Singapura yang diduga merupakan hasil suap.
Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif mengatakan dalam penanganan perkara transnasional memang dibutuhkan kerja sama dengan lembaga negara lain.
Penyitaan terhadap hasil suap pun nantinya akan disesuaikan dengan wilayah temuan. Apabila barang hasil suap berada di Indonesia, maka KPK berwenang menyita. Sementara jika barang hasil suap ada di Inggris atau Singapura, maka yang berwenang menyita adalah SFO dan CPIB.
“Perkara ini memang bentuk korupsi lintas negara atau transnasional. Jadi kami bekerja sama intensif dengan SFO dan CPIB,” katanya.
(asa)