Jakarta, CNN Indonesia -- Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) menggugat pemerintah, dalam hal ini Menteri Dalam Negeri, melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Gugatan ini didaftarkan karena pemerintah tidak mengeluarkan surat keterangan pemberhentian sementara kepada Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang kini kembali menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta.
Ketua Dewan Penasehat ACTA, Hisar Tambunan berpendapat, surat pemberhentian sementara seharusnya sudah dikeluarkan pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri. Sebab menurutnya, Ahok menyandang status terdakwa kasus dugaan penistaan agama.
"Langkah yang harus dilakukan Kemendagri adalah mengeluarkan surat putusan untuk memberhentikan sementara Ahok karena menjadi terdakwa," kata Hisar saat ditemui di PTUN, Jakarta Timur, Senin (13/2)
Hisar menyampaikan, pihaknya menggugat Presiden Joko Widodo atas kasus ini, sesuai salinan berkas gugatan yang didaftarkan dengan nomor 36/G/2017/PTUN-Jkt. "Kami menggugat presiden," katanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hisar mengatakan, apabila seorang pegawai pemerintah telah ditetapkan sebagai tersangka, maka surat pemberhentian langsung diterbitkan. ACTA merujuk pada pemberhentian sementara Bupati Ogan Ilir, Ahmad Wazir Noviadi, yang terjerat kasus penyalahgunaan narkoba.
"Selama ini pengalaman kalau sudah tersangka diberhentikan. Jangan ada perbedaan," ujarnya.
Sementara itu, Ahok kembali menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta setelah melakukan serah terima jabatan dengan Plt Gubernur Sumarsono pada Sabtu (11/2).
Meski sudah resmi duduk di kursi pemerintahan, hari ini ia masih harus menjalani sidang kasus dugaan penistaan agama di Ruang Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan.
Sebelumnya Mendagri Tjahjo Kumolo menjelaskan, keputusan pemberhentian sementara terkait kasus dugaan penistaan agama akan menunggu tuntutan dari kejaksaan.
"Saya tetap berpegang pada aturan yang ada. Kalau tuntutannya di atas lima tahun, pasti saya akan berhentikan sementara," ujarnya pekan lalu.
Ahok ditetapkan terdakdwa dengan dikenakan dua pasal yakni Pasal 156 dan Pasal 156a KUHP. Dalam pasal 156 ancaman hukuman paling lama empat tahun, sementara pasal 156a ancaman hukuman paling lama lima tahun.