Terkait Korupsi EKP, Pejabat Ditjen Pajak Disebut Minta Uang

Priska Sari Pratiwi | CNN Indonesia
Selasa, 07 Mar 2017 01:10 WIB
Handang Soekarno, Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum Ditjen Pajak disebut pernah meminta uang pada Country Director PT EKP senilai Rp6 miliar.
Handang Soekarno, Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum Ditjen Pajak disebut pernah meminta uang pada Country Director PT EKP senilai Rp6 miliar. (Dok/Foto/ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum Ditjen Pajak Handang Soekarno ternyata pernah meminta uang pada Country Director PT EK Prima Ekspor Indonesia (EKP) Ramapanicker Rajamohanan Nair senilai Rp6 miliar. Uang itu diduga untuk menyelesaikan permasalahan pajak PT EKP.

Hal ini diungkapkan Manajer Finansial PT EKP, Yuli Kantren saat menjadi saksi dalam sidang kasus dugaan suap pajak dengan terdakwa Rajamohanan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (6/3).

“Pak Mohan selalu bilang uang itu untuk Pak Handang. Katanya sudah termasuk untuk Pak Haniv (Kakanwil Ditjen Pajak Jakarta Khusus),” ujar Yuli saat memberikan keterangan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Awalnya, Yuli tak mengetahui alasan Mohan ingin memberikan uang pada Haniv. Namun ia mengaku pernah bertemu dengan Haniv untuk membicarakan masalah pajak PT EKP. Yuli juga mengaku rekening bank miliknya pernah dipinjam Rajamohanan untuk menerima transfer dana sebesar Rp1,5 miliar dari Singapura.

“Saya sudah kasih uangnya ke Pak Mohan dalam bentuk rupiah tunai. Tapi enggak tahu untuk apa, Pak Mohan enggak pernah cerita,” katanya.

Saran Dubes

Dalam menyelesaikan permasalahan pajak PT EKP, Yuli juga pernah meminta saran pada Duta Besar Abu Dhabi untuk Indonesia, Husin Bagis. Yuli menceritakan pada Husin ihwal penerimaan surat dari KPP Penanaman Modal Asing Enam yang meminta pencabutan surat pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) milik PT EKP.

“Jadi setiap ada kendala sama pajak, kami cerita saja ke Pak Husin,” ucap Yuli.

Saat itu, menurutnya, Husin memberi masukan agar PT EKP mengirim pesan singkat pada Menteri Keuangan Sri Mulyani dan mengirim surat pada Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi terkait permasalahan tersebut. Hal ini juga terungkap melalui percakapan telepon yang diputar jaksa penuntut umum di muka persidangan.

“Saya SMS ke Bu Sri Mulyani tentang permasalahan pajak ini. Saya bilang ‘Bu, mohon kirim tim ke kanwil karena sedang gelar perkara tentang permasalahan pajak’. Ditanya Pak Husin ada respons enggak, saya bilang enggak ada,” terang Yuli.

Husin lantas menyarankan agar pihaknya mengirimkan sejumlah dokumen masalah pajak PT EKP pada Arif Budi Sulistyo, adik ipar Presiden Joko Widodo. Dalam percakapan itu, Arif dianggap bisa meneruskan permasalahan pajak ini ke pihak yang berwenang.

"Pak Husin bilang Pak Arif bisa teruskan ke dalam. Tapi saya enggak tahu detailnya, baru tahu dari media siapa dia (Arif)," ucapnya.


KPK sebelumnya menangkap Handang dan Rajamohanan dalam operasi tangkap tangan di Jakarta, November 2016 Dalam penindakan itu, KPK menyita uang suap untuk Handang sebesar Rp1,9 miliar. Jumlah itu baru sebagian dari total Rp6 miliar yang dijanjikan oleh Rajamohanan. Berdasarkan hasil penyelidikan, suap ditujukan agar Handang menghapus kewajiban pajak PT EKP sebesar Rp78 miliar.

Kasus bermula ketika PT EKP mengajukan permohonan restitusi sepanjang Januari 2012-Desember 2014 yang mencapai Rp3,53 miliar. Permohonan restitusi diajukan pada 26 Agustus 2015 ke KPP PMA Enam.

Namun, Kepala KPP PMA Enam tak menyetujui permohonan restitusi karena transaksi PT EKP tak dapat diyakini kebenarannya. Salah satu hal yang diduga tak beres adalah PT EKP membeli barang kena pajak dari pedagang lain tanpa dikenakan PPN.

Kepala Kantor KPP PMA Enam akhirnya mengeluarkan Surat Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) kepada PT EKP pada September 2016. Kantor KPP PMA Enam menyatakan, ada dugaan PT EKP tak menggunakan status PKP secara benar sehingga ada indikasi yang tak benar pula dalam pengajuan restitusi.

Atas saran Haniv, Rajamohanan akhirnya mengajukan permohonan pembatalan Surat Tagihan Pajak PPN kepada Dirjen Pajak melalui Kepala KPP PMA Enam, karena tak setuju status pedagang pengumpul adalah Pengusaha Kena Pajak agar tak ada PPN terutang oleh PT EKP.

Pada Oktober 2016, Haniv mendapat arahan dari Ken Dwijugiasteadi untuk membatalkan Surat Pencabutan Pengukuhan PKP yang dikeluarkan KPP PMA Enam sebelumnya. Ini artinya, status Pengukuhan PKP terhadap PT EKP aktif kembali. (rah)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER