Jakarta, CNN Indonesia -- DPR akan menawarkan tiga opsi sikap menanggapi nasib jabatan komisioner KPU dan Bawaslu yang bakal habis 12 April mendatang.
Ketua Pansus RUU Pemilu dari Fraksi PKB Lukman Edy mengatakan tiga opsi itu akan dibahas dalam rapat bersama Panitia Seleksi anggota KPU dan Bawaslu di Komisi II DPR, besok (30/3).
Menurut Lukman, dalam pertemuan besok juga akan terlebih dulu dibahas soal tata tertib proses uji kelayakan dan kepatutan anggota KPU dan Bawaslu yang rencananya digelar 3-5 April.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Soal KPU dan Bawaslu masih proses di rapat internal Komisi II. Kami mau bahas tatib. Yang jelas Komisi II mau mengundang panselnya,” ujar Lukman di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (29/3).
Dia menyampaikan, tiga opsi yang bakal dibahas dalam pertemuan tersebut.
Pertama, DPR akan menolak semua calon anggota KPU dengan alasan menunggu UU Pemilu terlebih dulu rampung dibahas parlemen.
Kedua, menerima sebagian calon anggota KPU demi mengantisipasi kekosongan komisioner KPU dan Bawaslu yang habis pada 12 April 2017.
Ketiga, kata Lukman, DPR akan menerima dan melanjutkan proses seleksi anggota KPU dan Bawaslu dengan mengikuti aturan yang berlaku saat ini.
“Jadi masih tentatif tiga opsi itu. Belum ditentukan,” ujar Lukman, tanpa menjelaskan lebih detail tentang alasan tiga opsi itu muncul.
Ahli Hukum Tata NegaraSelain Pansel, Lukman menambahkan, Komisi II juga akan memanggil ahli hukum tata negara untuk membahas proses seleksi angota KPU dan Bawaslu untuk mengantisipasi celah potensi pelanggaran selama proses seleksi dilakukan.
“Pemanggilan ahli tata negara untuk memastikan benar atau tidak proses yang dilakukan selama ini,” ujar Lukman.
Dalam agenda kerja, Komisi II telah mengalokasikan waktu 3-5 April 2017 untuk memproses uji kepatutan dan kelayakan anggota KPU dan Bawaslu.
Pada pertemuan konsultasi antara pimpinan Komisi II DPR dan pimpinan fraksi dengan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo sebelumnya, telah menghasilkan dua opsi terkait tindak lanjut masalah itu.
Opsi pertama adalah menunda uji kelayakan dan kepatutan hingga menunggu selesai pembahasan RUU tentang Penyelenggaraan Pemilu.
Jika pilihan itu dipilih, kata Lukman, secara ketatanegaraan Presiden Joko Widodo otomatis harus mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk mengisi kekosongan jabatan komisioner KPU dan Bawaslu.
Lukman mengatakan jabatan lima tahun komisioner yang akan berakhir tercantum dalam UU sehingga perpanjangannya atau perubahannya harus melalui peraturan perundangan yang setingkat dengan UU.
"Kebijakan perpanjangan ini pernah dilakukan pada 2006 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyonodan Mensesneg Yusril Ihza Mahendra," ujarnya.
Sementara itu opsi kedua adalah uji kelayakan tetap dilakukan dengan memilih beberapa saja yang dibutuhkan untuk melanjutkan atau mengisi kekosongan jabatan.
Sejumlah pihak sebelumnya meminta DPR, khususnya Komisi II, untuk secepat mungkin memulai seleksi komisioner lantaran pada 12 April 2017 karena masa tugas komisioner lama berakhir.
Perdebatan di DPR terjadi karena legislator dari sejumlah fraksi memilih terlebih dulu menuntaskan RUU Pemilu, yang hingga kini pembahasannya masih terkatung-katung.