Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) diminta melindungi tersangka pemberian keterangan palsu Miryam S Haryani yang kini mendekam di tahanan KPK. Perlindungan itu diperlukan agar Miryam tenang saat menjalani proses hukum kasus dugaan pemberian keterangan palsu dalam perkara e-KTP.
"Agar ada ketenangan psikologis. Konon ada dugaan tekanan dari oknum penyidik KPK kepada Miryam," kata politikus PKS Nasir Jamil kepada
CNNIndonesia.com, Selasa (2/5).
Anggota Komisi III DPR itu menambahkan, keterangan Miryam yang berubah-ubah merupakan sinyal bahwa dia mengalami tekanan, dan tidak menutup kemungkinan ada ancaman dari pihak lain.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Miryam ditangkap di sebuah hotel di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, kemarin setelah buron selama empat hari. Polisi menangkapnya saat sedang menunggu seseorang bersama adiknya. Orang yang ditunggu itu diduga hendak melindungi Miryam.
KPK menetapkan Miryam sebagai tersangka pemberian keterangan palsu sejak 5 April Miryam. Sejak ditetapkan tersangka, Miryam dua kali tidak memenuhi panggilan KPK. Karena itulah, KPK menetapkan politisi Hanura itu sebagai buronan dan meminta bantuan polisi dengan memasukan nama Maryam ke dalam Daftar Pencarian Orang.
Nasir mengatakan, Miryam berhak mendapatkan perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga dan harta benda serta bebas dari ancaman terkait dengan kesaksian yang akan dan sedang diberikan. "Sebaiknya LPSK segera jemput bola untuk melindungi Miryam," kata Nasir.
KPK, katanya, juga kurang peka dalam melindungi Miryam sebagai saksi dalam kasus megakorupsi KTP elektronik.
Miryam telah diperiksa KPK sebagai saksi dugaan korupsi e-KTP. Namun, di persidangan, Miryam mencabut seluruh keterangannya yang termuat dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) KPK.
Penyidik KPK, Novel Baswedan dalam persidangan kasus e-KTP dengan terdakwa mantan pejabat Kemendagri Irman dan Sugiharto, mengungkapkan adanya ancaman terhadap Miryam.
Novel mengatakan, berdasarkan pengakuan Miryam ada enam orang anggota DPR yang menekan Miryam agar tidak mengakui adanya pemberian uang korupsi e-KTP terhadap sejumlah anggota Komisi II periode 2009-2014.