Rizal Ramli Ungkap Kejanggalan Penerbitan SKL BLBI

CNN Indonesia
Selasa, 02 Mei 2017 17:44 WIB
Usai diperiksa KPK, Rizal Ramli mengungkap kejanggalan para obligor yang belum membayar utang bantuan likuiditas namun mendapat surat keterangan lunas.
Rizal Ramli mengungkap kejanggalan para obligor yang belum membayar utang bantuan likuiditas namun mendapat surat keterangan lunas. (CNN Indonesia/Feri Setyawan)
Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri, Rizal Ramli menyoroti kejanggalan dalam penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada para obligor penerima Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Rizal menyebut kejanggalan itu muncul lantaran para obligor yang belum membayar pinjaman tersebut mendapat SKL dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

"Ini memang ada keanehan, kok bisa ada obligor, dan tidak hanya satu, ada beberapa obligor yang belum melunasi kok diberi keterangan lunas. Ini lah yang sedang KPK selidiki," kata Rizal di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (2/5).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Rizal hari ini menjalani diperiksa KPK sebagai saksi untuk tersangka mantan Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung.

SKL kepada para penerima BLBI ini dikeluarkan saat Presiden Megawati Soekarnoputri berkuasa. SKL tersebut keluar merujuk pada Intruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002, yang diteken Megawati pada Desember 2002.
KPK baru mengusut penerbitan SKL BLBI ke Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI), miliki pengusaha Sjamsul Nursalim.

Sejumlah pihak selain Sjamsul  yang menerima SKL diantaranya adalah BCA, Salim Group sebagai obligor; Bank Umum Nasional (BUN), Mohamad 'Bob' Hasan sebagai obligor; Bank Surya, Sudwikatmo sebagai obligor dan Bank RSI, Ibrahim Risjad sebagai obligor.

Adalah wajar, kata Rizal, obligor kala itu diberikan SKL oleh BPPN jika telah benar-benar melunasi kewajiban BLBI. Namun pada pelaksanannya, para obligor, termasuk di antaranya Sjamsul Nursalim -penerima SKL BLBI-, belum melunasi tagihannya dan dianggap KPK merugikan negara hingga Rp3,7 triliun.

"SKL itu dikeluarkan 2004, bukan pada masa kami. Saya jadi menteri 2000-2001," tutur Rizal.
Rizal membandingkan penerbitan SKL BLBI kepada para obligor dengan kasus dana talangan atau bail out ke Bank Century di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Menurutnya, dalam kasus Bank Century, sejak awal kebijakan tersebut sudah salah dan dimaksudkan untuk merampok uang negara.

Namun, Rizal enggan menjawab apakah Inpres Megawati, yang menjadi dasar penerbitan SKL BLBI menyalahi aturan dan menimbulkan korupsi. Rizal meminta hal tersebut ditanyakan langsung kepada KPK.

"Di dalam kasus BLBI ini, dalam Inpres ini‎ tanya sama KPK saja. Semua ini masih diselidiki," tuturnya.

KPK Belum Berencana Periksa Megawati

Juru Bicara KPK Febri Diansyah sementara itu mengatakan pihaknya belum berencana memeriksa Presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri dalam mengusut penerbitan SKL BLBI kepada BDNI milik Sjamsul Nursalim.

Pasalnya, kata Febri, KPK masih fokus mendalami keputusan yang diambil BPPN yang ketika itu dipimpin Syafruddin Arsyad Temenggung, dalam menerbitkan SKL kepada para obligor penerima BLBI.

"Kami belum berandai-andai sejauh itu. Kami dalami fakta yang ingin didalami terutama BPPN, KKSK dan menteri dalam ruang lingkup dalam tahapan kebijakan impelentasi BLBI tersebut," jelasnya.
Dalam Inpres Nomor 8 Tahun 2002 itu, KKSK atau Komite Kebijakan Sektor Keuangan, beranggotakan Menko Ekuin, Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Menteri Negara BUMN, Jaksa Agung, Kapolri, serta Ketua BPPN.

KKSK bertugas membahas dan memastikan apakah para obligor telah melunasi BLBI, sehingga bisa mendapat SKL oleh BPPN.

Dalam kasus BLBI, KPK baru menetapkan Syafruddin Temenggung sebagai tersangka penerbitan SKL BLBI kepada Sjamsul Nursalim. Tindakan Syafruddin itu diduga merugikan keuangan negara hingga Rp3,7 triliun. Sjamsul tercatat baru melunasi Rp1,1 triliun, dari sisa utang Rp4,8 triliun.

KPK sudah meminta Sjamsul Nursalim untuk pulang ke Indonesia agar bisa memberikan penjelasan mengenai penerbitan SKL BLBI yang dirinya terima itu. Sjamsul Nursalim, yang juga pemilik PT Gajah Tunggal Tbk itu diketahui tinggal di Singapura sejak beberapa tahun lalu.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER