Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menilai penetapan 10 tersangka oleh polisi terkait pesta gay bertajuk 'The Wild One' di Ruko Kukan, Kelapa Gading, Jakarta Utara cacat prosedur.
Kepala Divisi Advokasi LBH Jakarta, Yunita mengatakan, cacat prosedur itu terlihat ketika polisi tidak menghadirkan kuasa hukum saat proses pembuatan Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Polisi juga menutup akses kepada kuasa hukum untuk bertemu kliennya yang ditahan usai penggerebekan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Prosedural tidak tepat. Kalau melanggar hukum ya berikan hak mereka untuk mendapat bantuan hukum," kata Yunita di LBH Jakarta, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (23/5).
Padahal, kata Yunita, setelah para tersangka diciduk polisi pada Minggu (21/5) malam, perwakilan LBH Jakarta sudah berada di Polres Jakarta Utara untuk melakukan pendampingan. Namun, oleh polisi mereka tidak diperkenakan untuk bertemu.
"Di KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) pasal 69 itu jelas diatur, kuasa hukum berhak untuk bertemu kliennya saat BAP. Tapi ini tidak dilakukan," ucapnya.
LBH Jakarta juga belum mendapat kronologi lengkap dari kepolisian terkait penangkapan, pemeriksaan, hingga 10 orang itu ditetapkan sebagai tersangka.
"Nah, ini yang janggal. Kami tidak tahu prosesnya seperti apa di dalam," ujarnya.
Yunita mengatakan, LBH Jakarta akan memantau kasus ini hingga kliennya mendapat hak-hak yang layak.
Melanggar PrivasiYuli Rustinawati dari kelompok pembela LGBT Arus Pelangi menilai polisi melanggar hak kaumnya dengan melakukan upaya penangkapan dan penelanjangan paksa.
Sebab, kata Yuli, apa yang terjadi di di Ruko Kukan merupakan ranah privatisasi kaum LGBT.
"(Pesta seks) Itu kan belum tentu. Kalaupun ada, itu ranah privat. Tidak menganggu orang," kata Yuli kepada
CNNindonesia.com di LBH Jakarta.
Langkah polisi menjerat 10 tersangka dengan Undang-undang nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi, menurut Yuli juga tidak tepat.
Polres Jakarta Utara sebelumnya menetapkan sepuluh tersangka dalam aktivitas pesta seksual kaum gay ini. Kesepuluh tersangka itu yakni CDK (40), sebagai pengelola ruko, empat penari stripis (SA, BY, R dan TT), dua tamu yang ikut menari stripis (A dan S) dan tiga pegawai ruko (N, D dan RA).