Anak Korban Persekusi FPI di Solok Masih Trauma

CNN Indonesia
Kamis, 01 Jun 2017 22:13 WIB
Korban persekusi terkait 'The Ahok Effect', dokter Fiera Lovita lebih memikirkan kondisi psikologis kedua anaknya daripada melaporkan balik FPI ke polisi.
Korban persekusi atau pemburuan sewenang-wenang oleh FPI terkait 'The Ahok Effect', dokter Fiera Lovita. (CNN Indonesia/Marselinus Gual)
Jakarta, CNN Indonesia -- Korban persekusi atau pemburuan sewenang-wenang terkait 'The Ahok Effect', dokter Fiera Lovita menyatakan belum memikirkan langkah hukum untuk mempores perlakuan intimidasi yang dilakukan Front Pembela Islam di Kota Solok, Sumatera Barat.

Fiera mengatakan lebih memikirkan kondisi psikologis kedua anaknya yang berusia 5 dan 9 tahun daripada melaporkan balik FPI ke polisi.

"Keduanya sehat, alhamudulillah. Hanya mereka masih trauma. Sampai saat ini saya masih mau memulihkan psikologisnya," ujar Fiera di kantor YLBHI, Jakarta Pusat, Kamis (1/6).

Dokter Fiera bertugas di RSUD Kota Solok, Sumatera Barat. Dia mendapatkan intimidasi gara-gara statusnya di Facebook terkait persoalan hukum pentolan FPI Rizieq Shihab atas kasus pornografi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saat ini, Fiera dan dua anaknya itu tengah berada di Jakarta untuk menenangkan situasi pascakeluar dari Kota Solok dua hari lalu. Menurut Fiera, untuk sementara ia mengambil cuti kerja dan dua anaknya meliburkan diri dari sekolah.

Kasus Fiera ini mendapat simpati sejumlah LSM, termasuk Garda Pemuda Ansor yang membantunya keluar dari Kota Solok. Sebab, kata Fiera, sejak kasus itu mencuat ia kerak dituding sebagai biang pembawa masalah.

Tudingan itu bahkan datang dari pimpinan RSUD Kota Solok tempat ia bekerja hingga kepala keamanan di kompleks rumahnya.

"Kepala keamanan sempat bersitegang dengan saya karena menilai gara-gara saya kompleks itu sering didatangi orang," kata Fiera.

Yayasan Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) meminta Pemerintah dan Komnas HAM turun tangan atas semua kejadian intimidasi yang dilakukan sejumlah orang gara-gara unggahan Facebook.

Laporan jaringan relawan kebebasan ekspresi di Asia Tenggara, Safenet, selama kurun waktu Januari hingga Mei 2017, sebanyak 59 orang telah menjadi korban target persekusi atau pemburuan akun yang menghina pemuka agama (ulama) dan agama di media sosial.

Ketua YLBHI Asvinawati mengatakan, fenomena persekusi meningkat setelah kasus penodaan agama Basuki Tjahja Purnama alias Ahok mencuat. Namun kemudian melebar ke masalah lainnya.

Kondisi utamanya, kata dia, intimidasi kelompok tertentu dengan menjadikan pasal penodaan agama dan ujaran kebencian sebagai tameng.

"Tapi semua orang itu, kalau diframing dengan kata tertentu (seperti) hina agama, etnis, dan menghina ulama, maka kemudian ada gelombang yang percaya, bahwa mereka memang menghina tanpa melihat yang lainnya," kata Asvinawati.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER