Jaksa Agung: Semestinya Sjamsul Nursalim Tidak Terima SKL

CNN Indonesia
Rabu, 07 Jun 2017 20:21 WIB
Obligator BLBI Sjamsul Nursalim seharusnya tidak menerima Surat Keterangan Lunas saat itu. Temuan KPK, hutang Rp3,7 triliun harus dilunasi Sjamsul.
Jaksa Agung Muhammad Prasetyo. (CNN Indonesia/Joko Panji Sasongko)
Jakarta, CNN Indonesia -- Jaksa Agung Muhammad Prasetyo menyatakan, obligator BLBI Sjamsul Nursalim seharusnya tidak menerima Surat Keterangan Lunas saat itu. Hal tersebut terkait dengan temuan KPK soal hutang sekitar Rp3,7 triliun yang harus dilunasi oleh Sjamsul.

Menurut Prasetyo, akibat penertiban SKL, Kejagung kala itu harus menghentikan penyidikan.

"Itulah tentunya yang semestinya waktu itu (Sjamsul) mungkin tidak seharusnya mendapatkan SKL," ujar Prasetyo di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (7/6).

Meski mengaku tidak bisa berbuat banyak, Prasetyo mengklaim, Kejagung siap memberi bantuan bagi KPK dalam mengusut kasus tersebut. Salah satu hal yang bisa diberikan adalah pemberian data SKL yang diterima Sjamsul.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lebih lanjut, Prasetyo mengatakan, Kejagung tidak memiliki kewenangan membantu KPK memulangkan Sjamsul yang diduga berada di Singapura. Ia menyarankan, KPK bekerjasama dengan Interpol atau Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura.

"Kalau kami tentunya ekstradisi, tapi Singapura dengan kita (Indonesia) belum punya perjanjian ekstradisi. Jadi yang paling memungkinkan jaringan interpol atau CPIB," ujarnya.

Untuk diketahui, Sjamsul Nursalim, pemilik Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI), menjadi salah satu dari lima obligor yang mendapatkan SKL dari pemerintahan Megawati Soekarnoputri pada 2002.

Dia juga memperoleh Surat Perintah Penghentian Penyedikan (SP3) dari Kejaksaan Agung pada 2004.

Kasus BLBI terjadi saat krisis moneter di Indonesia pada 1997—1998. Sejumlah bank memiliki saldo negatif akhirnya mengajukan permohonan likuiditas kepada BI saat itu, namun akhirnya disalahgunakan.

Total dana yang dikucurkan mencapai Rp144,53 triliun untuk sedikitnya 48 bank. Pada Januari 1998, Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dibentuk untuk menagih kewajiban para obligor.

Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menyebut BDNI milik Sjamsul Nursalim berutang Rp28,40 triliun dan hanya mengembalikan Rp4,93 triliun.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER