Jakarta, CNN Indonesia -- Terdakwa kasus suap proyek Bakamla, Eko Susilo Hadi, meminta KPK segera menangkap politikus PDIP Ali Fahmi Habsyi. Hingga kini keberadaan Ali belum diketahui.
Eko menuding Ali merupakan pelaku utama dalam kasus suap proyek pengadaan alat pemantauan satelit di Bakamla.
"Itu urusan KPK. Saya berharap dia ditangkap dan segera disidangkan. Itu saja," ujar Eko usai sidang pembacaan vonis di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (17/7).
Deputi Informasi Hukum dan Kerja Sama Bakamla ini mengatakan, dari fakta persidangan terungkap bahwa Ali merupakan inisiator suap. Hal ini diketahui dari peran Ali yang sejak awal menawarkan proyek pengadaan alat pemantauan satelit agar dikerjakan PT Melati Technofo Indonesia (MTI).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai kompensasinya, Ali meminta jatah fee 15 persen dari nilai proyek sebesar Rp222,43 miliar. Dari fee tersebut, 7,5 persen diberikan pada Bakamla.
"Saya bukan pelaku utama dari perkara ini. Tapi saya terima, saya jalani hukuman," katanya.
Sementara saat disinggung peran Kepala Bakamla Laksamana Madya Arie Soedewo, Eko mengaku hanya mengikuti arahan dari atasannya itu untuk menerima fee.
Kepala Bakamla Laksamana Madya Arie Soedewo bersaksi di persidangan terdakwa Fahmi Dharmawansyah di Pengadilan Tipikor, Jakarta. (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A) |
Eko berkata, Arie memintanya menanyakan jatah fee pada PT MTI yang kemudian dibagi pada pejabat Bakamla lainnya, Bambang Udoyo dan Nofel Hasan.
"Saya hanya diperintah Pak Arie untuk terima ini," ucapnya.
Dalam perkara ini, Eko telah divonis empat tahun tiga bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta. Majelis hakim menyatakan Eko terbukti menerima suap dari Direktur PT MTI Fahmi Darmawansyah.
Dalam persidangan, Ali beberapa kali mangkir saat dipanggil sebagai saksi. Nama Ali muncul dalam surat dakwaan sebagai pihak yang menawarkan PT MTI untuk 'main proyek' dalam pengadaan pemantauan satelit di Bakamla.
Politikus PDIP itu meminta fee sebesar 15 persen untuk memenangkan proyek tersebut.
Pada persidangan hari ini, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis 4,3 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider dua bulan kurungan kepada Eko. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa yaitu lima tahun penjara.
(pmg/asa)