Jakarta, CNN Indonesia -- Deputi Bidang Informasi Hukum dan Kerja Sama Badan Keamanan Laut (Bakamla) Eko Susilo Hadi akan menghadapi sidang pembacaan vonis dari majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, hari ini, Senin (17/7).
Eko sebelumnya dituntut lima tahun penjara oleh jaksa penuntut umum (JPU) karena dinilai terbukti menerima suap Rp2 miliar dari Direktur PT Melati Technofo Indonesia (MTI) Fahmi Darmawansyah terkait proyek alat pemantauan satelit di Bakamla.
Kuasa hukum Eko, Soesilo Ari Wibowo berharap majelis hakim menjatuhkan vonis ringan pada kliennya. Soesilo menegaskan Eko bukanlah pelaku utama dalam perkara tersebut.
"Mudah-mudahan hakim memberikan putusan yang seringan-ringannya, mengingat Pak Eko bukanlah pelaku utama," ujar Soesilo lewat pesan singkat kepada
CNNIndonesia.com.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
 Eko Susilo Hadi. (ANTARA FOTO/Rosa Panggabean) |
Sesuai pledoi yang dibacakan Eko, pelaku utama merujuk pada politikus PDIP Ali Fahmi Habsyi sebagai inisiator suap. Ali yang juga staf khusus di Bakamla, sejak awal diduga menjadi pihak yang mengatur sejumlah proyek di Bakamla.
Lebih lanjut Soesilo menuturkan, dari keterangan sejumlah saksi di persidangan pun menunjukkan peran Ali sebagai inisiator suap dalam proyek satelit tersebut. Hal ini terlihat dari inisiatif Ali yang menawarkan kepada Fahmi proyek di Bakamla.
"Jika mendasarkan pada keterangan saksi di persidangan maka yang berperan paling banyak adalah Ali Fahmi," katanya.
Selain itu, penerimaan suap juga baru diketahui Eko dari Kepala Bakamla Laksamana Madya Arie Soedewo. Saat itu Arie menyampaikan soal fee 7,5 persen dari nilai proyek bagi Bakamla dalam proyek pengadaan alat pemantau satelit.
Arie kemudian meminta Eko membagi 2 persen dari fee yang telah diterima kepada pejabat Bakamla lainnya, yakni Direktur Data dan Informasi Bakamla Laksamana Pertama Bambang Udoyo dan Kabiro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan masing-masing 1 persen atau sebesar Rp1 miliar.
"Dari keterangan itu sudah jelas bahwa inisiator sekaligus pelaku utama adalah Ali Fahmi, dan Eko melakukan tindak pidana atas perintah Kepala Bakamla," ucap Soesilo.
Hingga saat ini keberadaan Ali Fahmi belum diketahui. Dalam persidangan, Ali beberapa kali mangkir saat dipanggil sebagai saksi. Jaksa bahkan telah mendatangi rumah dan menemui istri Ali. Namun istri Ali mengaku tak mengetahui keberadaan suaminya.
Nama Ali muncul dalam surat dakwaan sebagai pihak yang menawarkan PT MTI untuk 'main proyek' dalam pengadaan pemantauan satelit di Bakamla. Politikus PDIP itu meminta fee sebesar 15 persen guna memenangkan proyek tersebut.
Dalam perkara ini, Fahmi Darmawansyah sebagai pihak penyuap telah divonis 2,8 tahun penjara. Sementara dua anak buahnya, Adami Okta dan Hardy Stefanus, divonis 1,5 tahun penjara. Suap itu diberikan Fahmi melalui Adami dan Hardy agar perusahaannya menggarap proyek pengadaan alat pemantauan satelit di Bakamla.
(kid/gil)