Jakarta, CNN Indonesia --
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Setya Novanto telah resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP. Setnov diduga mengatur proyek senilai Rp5,9 triliun itu sedari awal.
Nama Setnov sendiri sudah malang-melintang di jagad politik hingga dunia bisnis. Ketua Umum Partai Golkar itu memiliki latar belakang seorang pengusaha, yang kemudian terjun ke panggung politik bersama partai berlambang beringin.
Setnov bisa dibilang 'sukses' sebagai pengusaha. Meskipun demikian, nama Setnov kerap terseret sejumlah kasus hukum, mulai dari kasus pengalihan hak tagih Bank Bali, proyek pembangunan PON Riau 2012 hingga 'Papa Minta Saham', terkait PT Freeport Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setnov tercatat memiliki harta kekayaan mencapai Rp114 miliar. Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), yang dilihat CNNIndonesia.com, Senin (17/7) di situs KPK, memiliki harta Rp114.769.292.937 dan US$49.150.
Harta kekayaan politikus Golkar itu, terdiri dari harta tak bergerak hingga surat-surat berharga lainnya.
Untuk harta tak bergerak, Setnov memiliki sejumlah tanah dan bangunan yang totalnya mencapai 23 unit, tersebar di wilayah Jakarta dan Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Nilai keseluruhan aset tersebut mencapai Rp81.736.583.000.
Sementara itu, harta bergerak berupa kendaraan bermotor, baik roda empat dan dua mencapai Rp2.353.000.000. Kemudian Harta bergerak lainnya berupa logam mulia, batu mulia, dan benda bergerak lainnya senilai Rp932.500.000.
Setnov juga memiliki surat-surat berharga senilai Rp8.450.000.000, serta giro dan setara kas lainnya Rp21.297.209.837.
Setnov diketahui terakhir melaporkan harta kekayaannya pada 2015 saat menjabat sebagai Ketua DPR. Diketahui, jumlah harta Setnov naik dari laporan terakhir pada Desember 2009, yakni Rp79.789.729.051 dan US$17.781.
Setnov diduga berperan mengatur proyek senilai Rp5,9 triliun itu bersama pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong, sejak awal perencanaan, pembahasan anggaran hingga pengadaan e-KTP di Kementerian Dalam Negeri.
Tak hanya itu, Setnov juga diduga mengatur para peserta lelang mega proyek di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bersama Andi Narogong. Setnov ditenggarai telah memilih perusahaan yang bakal menggarap proyek itu.
Setnov disangka melanggar Pasal 3 atau Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(asa)