Jakarta, CNN Indonesia -- Dua mantan pejabat tinggi di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) akhirnya divonis sebagai terpidana dalam kasus korupsi pengadaan e-KTP, Kamis (20/7).
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis penjara 7 tahun dan denda sebesar Rp500 juta subsidier 6 bulan kurungan kepada terdakwa kasus dugaan korupsi proyek e-KTP Irman.
Sementara bagi terdakwa Sugiharto majelis hakim menjatuhkan vonis 5 tahun dan denda sebesar Rp400 juta subsidier 6 bulan kurungan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," ujar Ketua Majelis Hakim Jhon Halasan Butar-butar saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (20/7).
Selain itu, Jhon menyatakan majelis hakim menjatuhkan pidana tambahan uang pengganti kepada Irman sebesar US$500 ribu dan dikurangi pengembalian US$300 ribu. Uang pengganti itu harus dibayarkan selambat-lambatnya 1 bulan setelah keputusan hukum tetap.
"Jika dalam jangka waktu itu tidak dibayar maka harta benda disita dan dilelang sebagai pengganti. Dalam hal terdakwa tidak punya harta cukup diganti dengan pidana penjara 2 tahun," ujar Jhon membacakan vonis pengadilan.
Sementara bagi Sugiharto, pidana tambahan uang pengganti sebesar US$50 ribu dikurangi pengembalian US$30 ribu dan harta 1 unit mobil Honda Jazz senilai Rp150 juta. Seperti halnya Irman, Sugiharto diberi kesempatan memenuhi pidana tambahan itu selambat-lambatnya satu bulan setelah kekuatan hukum tetap.
Dua terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan proyek e-KTP, Irman dan Sugiharto saat menjalani sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Hal yang Memberatkan dan Meringankan
Saat proyek pengadaan e-KTP berlangsung Irman adalah Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencataan Sipil. Adapun Sugiharto kala itu merupakan Direktur Pengelolaan Informasi dan Administrasi Direktorat Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Selain itu, Sugiharto adalah pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam proyek e-KTP.
Hakim menyatakan Irman dan Sugiharto terbukti melakukan korupsi terkait proyek e-KTP. Dalam proses penganggaran hingga pelaksanaan pengadaan barang/jasa proyek e-KTP, kedua terdakwa terbukti menerima uang.
Hakim menyebutkan, Irman terbukti menerima uang sebesar US$300 ribu dari pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong dan US$200 ribu dari terdakwa Sugiharto.
Sementara Sugiharto terbukti menerima uang sebesar US$30 ribu dari pengusaha Paulus Tanos dan US$20 ribu dari Johanes Marlim. Uang yang diterima Sugiharto, kata hakim, kemudian digunakan untuk membeli mobil Honda Jazz seharga Rp150 juta.
"Menimbang bahwa terdakwa memperoleh keuntungan dengan jumlah sebagaimana uraian di atas," kata Jhon.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim tipikor menyatakan hal yang memberatkan perbuatan para terdakwa adalah tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi oleh pemertintah.
"Akibat perbuatan terdakwa yang bersifat masif masih dirasakan dampaknya hingga saat ini, menyebabkan kerugian yang sangat besar," ujar hakim tipikor tersebut.
Adapun hal-hal yang meringankan terdakwa adalah pengakuan serta mengembalikan uang yang diterima, serta belum pernah dihukum sebelumnya. Selain itu, sambung hakim, berdasarkan keputusan pimpinan KPK tentang penetapan saksi pelaku atau
justice collaborator.