Terima Fee Proyek, KPK Bidik Korporasi dalam Kasus e-KTP

CNN Indonesia
Jumat, 21 Jul 2017 22:12 WIB
KPK mulai membidik korporasi yang diuntungkan dalam proyek pengadaan e-KTP yang tergabung dalam Konsorsium Perusahaan Umum Percetakan Negara RI (PNRI).
KPK mulai memidik korporasi yang terlibat dalam kasus e-KTP. (Foto: CNN Indonesia/Feri Agus Setyawan)
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai membidik korporasi yang diuntungkan dalam pelaksanaan proyek pengadaan e-KTP, yang dikorupsi dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri Irman dan Sugiharto bersama pihak-pihak lainnya.

Sejumlah korporasi yang menerima uang panas proyek senilai Rp5,9 triliun itu adalah para pelaksana yang tergabung dalam Konsorsium Perusahaan Umum Percetakan Negara RI (PNRI).

Mereka yang ada dalam Konsorsium PNRI di antaranya PT Sucofindo (persero), PT LEN Industri (persero), PT Quadra Solution dan PT Sandipala Arthaputra.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Khusus untuk e-KTP itu kan orangnya dulu. Kalau nanti seandainya dalam proses (ditemukan), kan saat ini lidiknya masih berjalan," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (21/7).

Dalam berkas putusan Irman dan Sugiharto beberapa korporasi yang ikut diuntungkan dalam korupsi e-KTP ini di antaranya manajemen bersama Konsorsium PNRI Rp137, miliar, Perum PNRI Rp 107,7 miliar, PT Sandipala Arthaputra Rp 145,8 miliar.

Kemudian PT Mega Lestari Unggul (holding PT Sandipala Arthaputra) Rp148 miliar, PT LEN Industri Rp3,4 miliar, PT Sucofindo Rp8,2 miliar dan PT Qudra Solution Rp79 miliar.

Syarif menyatakan pihaknya tengah menilisik peran masing-masing korporasi dalam proyek yang dianggap merugikan negara hingga Rp2,3 triliun dan keuntungan yang didapat di luar kontrak.

"Maka tidak tertutup kemungkinan KPK menyasar pada korporasinya," ujarnya.

Menurut Syarif, sejauh ini pihaknya masih fokus mengusut tiga orang tersangka terakhir yakni pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong, Ketua DPR Setya Novanto dan anggota DPR dari Fraksi Golkar Markus Nari.

"Ya karena ini belum ditangani yang e-KTP korporasinya. Sekarang kita masih fokus orang-orangnya," ujarnya.

KPK Punya Tim Jerat Korporasi

Syarif menambahkan, KPK sudah memiliki tim khusus untuk menindak kejahatan korupsi yang dilakukan korporasi.

Tim tersebut dibentuk, setelah Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 13/2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi dikeluarkan.

Perma itu digunakan untuk menjerat korporasi yang ditenggarai melakukan atau mendapat keuntungan dari tindak pidana korupsi. Tersangka korporasi pertama yang dijerat KPK adalah PT Duta Graha Indah yang berubah nama menjadi PT Nusa Konstruksi Enjiniring.

"Kami di KPK membentuk tim khusus untuk penyelidikan kasus-kasus yang berhubungan dengan tanggung jawab pidana korporasi," kata Syarif.

Seperti diketahui, selain korporasi yang diuntungkan dalam kasus e-KTP ini, ada sejumlah pihak yang ikut menerima uang tersebut.

Mereka di antaranya Ketua DPR Ade Komarudin (Akom) sebesar US$100 ribu atau Rp1 miliar, anggota DPR dari Fraksi Hanura Miryam S Haryani US$1,2 juta

Kemudian anggota DPR dari Fraksi Golkar Markus Nari sejumlah US$400 ribu atau Rp4 miliar, mantan Sekretaris Jenderal Kemendagri Diah Anggraeni sebesar US$500 ribu, pengacara Hotma Sitompul sebesar US$400 ribu.

Selain itu, Ketua Tim Teknis Pengadaan e-KTP Husni Fahmi sebesar US$20 ribu dan Rp30 juta, Ketua Panitia Lelang e-KTP Drajat Wisnu Setyawan sebesar US$140 ribu dan Rp25 juta.

Hakim juga menyatakan enam anggota panitia lelang terbukti menerima uang masing-masing sebesar Rp10 juta dan anggota tim Fatmawati dengan nominal yang berbeda-beda.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER