Jakarta, CNN Indonesia -- Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana uji materi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) 2/2017 tentang organisasi kemasyarakatan (Ormas) yang diajukan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Di awal persidangan, kuasa hukum HTI, Yusril Ihza Mahendra langsung meminta nasihat kepada majelis hakim konstitusi tentang
legal standing atau kedudukan hukum HTI sebagai pemohon. Dia khawatir gugatan HTI atas Perppu ormas ke MK akan sia-sia jika hakim nantinya menilai HTI tak memiliki
legal standing dan dianggap tidak sah, karena pemerintah telah mencabut status badan hukum organisasi tersebut.
"Kami mohon yang mulia dapat memberi klarifikasi persoalan ini. Saat mengajukan ke MK, HTI masih sah sebagai badan hukum publik. Namun ketika perkara diperiksa sudah mulai dibubarkan, apakah HTI masih punya
legal standing?" ujar Yusril di ruang sidang MK, Jakarta, Rabu (26/7).
Apabila mengacu pada ketentuan pasal 51 ayat 1 UU MK, kata Yusril, pihak yang berwenang mengajukan permohonan uji materi UU ke MK adalah pihak yang merasa hak kewenangan dan konstitusionalnya dirugikan, termasuk badan hukum publik maupun privat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yusril lantas membandingkan permasalahan
legal standing tersebut dengan perkara pidana. Dalam perkara pidana, suatu dakwaan akan gugur apabila terdakwa telah meninggal sedangkan pada perkara perdata akan diteruskan ke ahli waris.
Sementara dalam gugatan perkara di pengadilan tata usaha negara, menurut Yusril, pemohon tetap memiliki
legal standing karena yang digugat adalah pembubarannya.
"Kami mohon nasihat yang mulia. Kami khawatir jika pemohon tetap HTI ternyata di ujung persidangan dianggap tidak punya legal standing akan membuang waktu," ucap Yusril.
 Yusril Ihza Mahendra meminta nasihat kepada majelis hakim MK soal kedudukan hukum HTI menggugat Perppu ormas. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Menanggapi hal tersebut, anggota hakim I Dewa Gede Palguna menyarankan agar pemohon mempertimbangkan sendiri pihak yang akan mengajukan permohonan.
Menurut Palguna, pemohon yang memiliki
legal standing bisa diwakilkan oleh pengurus sesuai Anggaran Dasar/Rumah Tangga (AD/ART) seperti ketua, sekretaris, maupun juru bicara HTI.
"Apakah lebih tepat sebagai warga negara perseorangan atau badan hukum HTI, ini tergantung pemohon mana yang lebih kuat untuk meyakinkan MK. Dengan catatan HTI sudah dibubarkan," kata Palguna.
Senada, ketua hakim panel Arief Hidayat meminta Yusril mencantumkan catatan soal
legal standing ini dalam berkas permohonan.
Arief juga menyarankan agar Yusril menjelaskan kronologi sejak perkara itu didaftarkan ke MK hingga waktu pembubarannya.
"Itu dicantumkan sebagai alat bukti bahwa memang benar telah menerima SK pembubaran. Diuraikan pula soal legal standing agar jadi pertimbangan hakim," tutur Arief.
Yusril menyatakan akan memperbaiki permohonan dengan mengganti pemohon menjadi atas nama juru bicara HTI Ismail Yusanto. Sebelumnya, gugatan didasarkan atas nama HTI.
Dalam perkara ini, Yusril mengajukan uji materi formil dan materil atas pasal 59 ayat (4) huruf c, pasal 61 ayat (3), pasal 62, pasal 80, pasal 82A.
Ketentuan dalam pasal tersebut dianggap multitafsir dan menimbulkan sikap sewenang-wenang dari pemerintah.
Salah satunya adalah ketentuan pembubaran ormas yang menganut atau menyebarkan paham yang bertentangan dengan pancasila.
Selain itu, ketentuan yang mengatur tentang ancaman pidana hingga seumur hidup bagi pimpinan dan anggota ormas juga dikhawatirkan bedampak pada perkembangan demokrasi di Indonesia.