Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah melakukan pemeriksaan internal, mengusut dugaan pertemuan tujuh penyidik dengan anggota Komisi III DPR, sebagaimana yang disampaikan Miryam S Haryani saat diperiksa sebagai saksi kasus korupsi e-KTP.
Dalam rekaman video pemeriksaan yang dibuka di persidangan, Miryam mengaku ke Novel Baswedan mendapatkan informasi pertemuan penyidik dengan anggota Komisi III DPR itu dari sesama anggota dewan. Setelah menunjukan secarik kertas ke Novel, diketahui salah satu orang yang diduga bertemu anggota dewan itu adalah direktur di KPK.
Mantan Penasihat KPK Abdullah Hehamahua berpendapat, untuk mendalami keterangan Miryam, Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat (PIPM) harus memeriksa direktur penyelidikan dan penyidikan KPK yang diduga bertemu anggota DPR untuk membicarakan kasus.
"Pengawas Internal harus memeriksa direktur penyelidikan dan direktur penyidikan untuk memperoleh keterangan yang sebenarnya tentang kasus tersebut," kata Abdullah saat dikonfirmasi lewat pesan singkat, Rabu (16/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat ini, Direktur Penyelidikan KPK adalah Herry Muryanto, sementara Direktur Penyidikan KPK Brigjen Aris Budiman.
Abdullah mengatakan, pemeriksaan oleh pengawas internal ini harus dilakukan secara berjenjang. Menurut dia, bila pertemuan yang disinyalir dilakukan pejabat setingkat direktur itu diketahui atasannya, maka tim pemeriksa internal juga harus meminta keterangan Deputi Penindakan Irjen Heru Winarko, sebagai atasan Herry dan Aris.
Kemudian, lanjut Abdullah, jika langkah seorang direktur bertemu anggota Komisi III dan diketahui komisioner KPK, maka PI juga harus memeriksa komisioner yang bersangkutan.
"Demikian pula halnya jika deputi bertindak atas sepengetahuan seorang komisioner, maka komisioner tersebut juga harus diperika PI," tuturnya.
Abdullah menjelaskan, menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, Standard Operasional Prosedur (SOP) serta kode etik KPK, baik komisioner pejabat dan pegawai lembaga antirasuah dilarang berhubungan dengan tersangka, calon tersangka, dan saksi terkait kasus yang sedang ditangani.
Menurut Abdullah, meskipun pertemuan dengan pejabat negara itu di luar kasus korupsi yang sedang ditangani KPK, baik komisioner, pejabat dan pegawai KPK harus mendapat persetujuan dari atasan.
"Bahkan seorang komisioner, dia harus memberi tahu komisioner yang lain jika dia mau bertemu seorang penyelenggara negara, bukan dalam tugas," kata Abdullah.
Di sini, katanya, dibutuhkan keberanian KPK dalam mengusut tuntas dugaan-dugaan seperti yang diutarakan Miryam dalam kesaksiannya.
Sebelumnya, KPK sudah langsung membentuk tim pemeriksaan internal guna mengonfirmasi pernyataan Miryam S Haryani terkait pertemuan pejabat KPK dengan anggota Komisi III DPR. Pertemuan itu disinyalir terkait penanganan kasus korupsi e-KTP.
Pemeriksaan internal ini akan dilakukan Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat (PIPM). Pimpinan KPK juga sudah memerintahkan tim tersebut bekerja melakukan penelusuran.
"Arahan pimpinan sudah disampaikan bahwa terkait dengan informasi yang muncul, tentu pemeriksaan internal akan kita lakukan," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (15/8).
Dalam persidangan Miryam kemarin, jaksa penuntut umum KPK memutarkan rekaman video pemeriksaan dirinya saat proses penyidikan kasus e-KTP. Dalam rekaman itu Miryam tengah diperiksa oleh penyidik Novel Baswedan dan Ambarita Damanik.
Saat diperiksa, Miryam mengaku mendapatkan ancaman dari anggota DPR, di antaranya politikus PDIP Masinton Pasaribu, politikus Partai Gerindra Desmond J Mahesa, politikus Partai Hanura Syarifudin Sudding, politikus Partai Golkar Azis Syamsudin dan Bambang Soesatyo, serta politikus PPP Hasrul Azwar.
Selain itu, Miryam juga menyampaikan bahwa ada tujuh orang penyidik dan pejabat KPK bertemu dengan anggota Komisi III DPR. Dari surat yang diperlihatkan Miryam ke Novel, pejabat KPK diketahui merupakan setingkat direktur.
Selain soal adanya pertemuan itu, Miryam juga mengaku diminta menyiapkan uang Rp2 miliar oleh seorang anggota Komisi III DPR itu. Uang tersebut disampaikan bakal diserahkan kepada penyidik dan pejabat KPK untuk mengamankan Miryam dalam kasus e-KTP.