Jakarta, CNN Indonesia -- Pemutaran video tentang Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) oleh Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo saat persidangan di Mahkamah Konstitusi dinilai menjadi bumerang bagi Presiden Joko Widodo. Hal itu disampaikan Kuasa Hukum HTI Yusril Ihza Mahendra.
Video itu merekam kegiatan HTI pada 2013, ketika Presiden RI masih dijabat Susilo Bambang Yudhoyono. Melalui video itu, HTI dianggap menganut, mengembangkan dan menyebarkan paham yang bertentangan dengan Pancasila.
Pemerintahan Presiden Joko Widodo melalui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto pun menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
Menurut Yusril, jika video itu dijadikan bukti adanya kegentingan yang memaksa sehingga Presiden Jokowi terpaksa mengeluarkan perppu tersebut, maka aturan itu seharusnya dikeluarkan oleh Presiden SBY pada 2013. Namun SBY saat itu justru memilih mengajukan RUU Ormas untuk dibahas dan disetujui bersama DPR.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Seharusnya sejak lama ketentuan UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas diberlakukan untuk membubarkan ormas itu," kata Yusril dalam keterangan tertulis yang diterima CNNIndonesia.com, Kamis (31/8).
Yusril curiga Jokowi tahun ini tiba-tiba merasa ada kegentingan yang memaksa sehingga perppu itu diteken untuk mempermudah jalan pemerintah membubarkan ormas yang dianggap anti-Pancasila, tanpa proses peradilan terlebih dahulu sebagaimana diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2013.
"Sementara ormas mana yang anti-Pancasila dan tidak, yang berhak menilai adalah pemerintah sendiri secara sepihak," kata Yusril.
Selain itu, menurut Yusril, pemutaran video saat sidang MK bukan waktu yang tepat. Agenda sidang pada Rabu (30/8) adalah mendengarkan keterangan pemerintah, bukan memeriksa alat bukti yang diajukan salah satu pihak dalam sidang pembuktian.
 Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo sempat memutar video kegiatan HTI saat persidangan di Mahkamah Konstitusi. (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A) |
Dia menganggap pemutaran video itu tak lazim dalam sidang pengujian undang-undang di MK. Yusril pun mempertanyakan penayangan pidato itu dan menganggap sebagai propaganda pemerintah menyudutkan HTI.
Menurutnya, sidang tersebut bukan perkara pidana maupun tata usaha negara, tetapi perkara pengujian norma undang-undang, yakni menguji norma UU terhadap UUD 1945. "Bukan mengadili suatu peristiwa kongkret dalam kehidupan masyarakat," katanya.
Video berdurasi sekitar 3 menit yang ditayangkan Tjahjo berisi kegiatan HTI di Gelora Senayan pada 2013. Dalam video itu ditayangkan gambar ustaz Rachmat, seorang dosen di Bogor, sedang berpidato tentang syariah dan khilafah. Namun menurut Yusril, dalam keterangan pemerintah yang dibacakan Tjahjo tidak menjelaskan relevansi video itu.
Sidang MK masih akan dilanjutkan untuk mendengarkan keterangan ahli dan saksi yang diajukan oleh pemohon Ismail Yusanto dan pihak-pihak terkait dalam perkara ini.