Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) keberatan dengan kuasa hukum Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) yang mengajukan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) terhadap KPK tahun 2016 sebagai bukti dalam sidang praperadilan. LHP BPK itu diketahui didapat kuasa hukum Setnov dari DPR.
"Itu produk BPK yang diserahkan ke DPR. Kemudian apakah ada surat yang memberikan keterangan itu bisa digunakan dalam sidang praperadilan? Jangan sampai rancu, ini sidang praperadilan yang masuk wilayah yudikatif, bukan legislatif," kata Kepala Biro Hukum KPK Setiadi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Selasa (26/9).
Setiadi menilai apa yang dibahas di ranah legislatif tidak bisa masuk ke dalam ranah yudikatif. Ia akan menolak LHP tersebut sebagai bukti dan meminta Hakim Tunggal Cepi Iskandar tidak menerima bukti tersebut.
Kuasa Hukum Setnov, Ketut Mulya Arsana mengakui dapat LHP BPK dengan mengajukan surat ke Ketua DPR dan Ketua Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket terhadap KPK. Ia menilai LHP tersebut merupakan konsumsi publik, apa lagi sudah dibahas pada rapat dengar pendapat (RDP) dan diberitakan media massa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bagaimana proses internal di mereka itu adalah masalah internal meraka. Sah atau tidak kami kembalikan pada yang mulia," kata Ketut.
Ketut menjelaskan Setnov juga memiliki kapasitas sebagai Ketua DPR selain sebagai pemohon. Namun ia tak ingin membahas prosedur mendapatkan LHP tersebut.
Menurut Ketut dalam LHP itu terdapat standar operasional prosedur (SOP) tentang pengangkatan penyidik di KPK. Ia ingin SOP tersebut dapat menguatkan salah satu dalil, yaitu penetapan tersangka Setnov tidak sah karena ada penyidik KPK yang masih aktif di Polri dan Kejaksaan.
Pada sidang Senin (25/9) kemarin, tim kuasa hukum Setnov juga mengajukan LHP BPK terhadap KPK tahun 2009-2011. Menurut mereka dalam LHP tersebut terdapat SOP tentang penyelidikan, penyidikan, dan penetapan tersangka di KPK.
LHP itu ia ajukan sebagai bukti untuk mengetahui SOP yang sebanarnya. Ketut mengaku mendapat LHP itu secara resmi dari BPK yang ditandatangani pejabat berwenang pada Selasa (19/9) lalu.
Saat disinggung awak media kenapa pihaknya tidak meminta LHP BPK terhadap KPK tahun 2016 bersamaan dengan LHP BPK terhadap KPK tahun 2009-2011, Ketut berkelit mengenai alasan mendapatkan LHP dari DPR.
"Kan jelas RDP ada di DPR. Karena belum dapat kita waktu itu (dari BPK),” kata Ketut.
(osc/sur)