Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua DPR Setya Novanto masih 'bertarung' melawan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Sedianya, Majelis Hakim akan memutus sah atau tidaknya penetapan tersangka Setnov dalam kasus dugaan korupsi e-KTP oleh KPK ini pada Jumat (29/9).
Dalam praperadilan ini, Setnov melalui tim kuasa hukumnya menerapkan strategi yang pernah digunakan eks Wakapolri yang kini jadi Kepala Badan Intelejen Negara (BIN) Budi Gunawan dan eks Ketua badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Purnomo.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di masa lalu, BG dan Hadi 'berhasil' menang dalam praperadilan dan lepas dari status tersangka.
"Gejala dan caranya memang yang dilakukan tim pengacara Setnov mirip dengan praperadilan BG dan Hadi Purnomo," ujar Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM), Fariz Fachriyan kepada CNNIndonesia.com, Rabu (27/9).
Kuasa hukum Setnov diketahui menghadirkan tiga ahli hukum yang dalam praperadilan BG juga dihadirkan. Ketiganya, yakni ahli hukum pidana Romli Atmasasmita, Chaerul Huda, dan ahli hukum tata negara I Gede Pantja Astawa.
Apa yang disampaikan ketiganya dalam praperadilan Setnov tak berbeda jauh saat praperadilan BG, sehingga majelis hakim mengabulkan permohonan BG.
Selain itu, kuasa hukum Setnov juga tak segan 'menyontek' bukti yang pernah diajukan Hadi, yakni Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (LHP BPK) terhadap KPK pada tahun 2009 – 2011. Sama seperti BG, Majelis Hakim akhirnya menerima permohonan Hadi dan bebas dari status tersangka.
Menurut Fariz, kemenangan BG dan Hadi tak bisa jadi refleksi dalam praperadilan Setnov ini. Apa yang terjadi dalam praperadilan BG dan Hadi juga tak bisa dijadikan tolak ukur terhadap kemungkinan keberhasilan Setnov dalam praperadilan kali ini. Untuk itu, sulit bagi Setnov mengulang cerita kemenangan yang diraih BG dan Hadi itu saat ini.
"Karena kasus BG dan Hadi Purnomo adalah dua kasus yang berbeda," ujar Fariz.
Fariz menjelaskan, praperadilan yang diajukan Setnov ini hanya fokus pada dua alat bukti yang dimiliki KPK untuk penetapan tersangka. Alat bukti itu yang perlu dibuktikan sah atau tidaknya oleh Majelis Hakim Praperadilan.
"Jadi hakim penting untuk mencermati hal tersebut. Hakim perlu fokus untuk hal tersebut," ujar Fariz.
Karenanya, Fariz menilai, hakim perlu berhati-hati dalam mempertimbangkan dan mengambil keputusan sebelum menjatuhkan vonis. Dia meminta agar hakim tidak terpengaruh pada hal-hal di luar alat bukti yang dimiliki KPK dalam menetapkan tersangka terhadap Setnov.
"Saya rasa hakim perlu berhati-hati untuk melihat kasus ini. Jangan terpengaruh pada hal di luar dua alat bukti yang diajukan oleh KPK," kata Fariz.