Jakarta, CNN Indonesia --
"Rief, udah nih fotoin gue pakai baju dinas terakhir kalinya, karena besok-besok gue udah nggak bisa pakai baju ini lagi."Kata-kata masih terngiang di telinga Arief Sitohang, juru foto sekaligus
content keeper Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) saat masih jadi Gubenur DKI Jakarta.
Arief awalnya menduga permintaan Ahok itu sebatas guyon. Namun ternyata, apa yang disampaikan Ahok itu terjadi. Besoknya, mantan Bupati Belitung Timur itu divonis dua tahun penjara dalam perkara penodaan agama. Ahok langsung dibawa ke penjara untuk ditahan. Jabatan Gubernur kemudian ia tinggalkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selama menjadi
content keeper, moment Ahok meminta foto terakhir dengan seragam dinasnya adalah kenangan yang paling diingat Arief.
Ia ingat betul, sebelum permintaan itu, Ahok bersama tim suksesnya di Pilkada tengah makan siang di Balai Kota DKI Jakarta. Saat itu karangan bunga dari warga mulai memenuhi Balai Kota sebagai bentuk perhatian warga atas kekalahan Ahok di Pilkada.
Sejak pagi, tak ada hal yang berbeda. Semua aktivitas berjalan seperti biasa hingga siang. Arief yang baru datang usai memantau kondisi luar Balai Kota, dipanggil Ahok yang baru menyelesaikan santap siangnya.
Ahok meminta Arief untuk difoto dengan pakaian dinas Gubernur DKI Jakarta yang saat itu dipakainya. Pakaian dinas berwarna cokelat itu yang menurut Arief sebagai pakaian dinas favorit Ahok.
Ahok mengutarakan keinginan itu sambil tertawa. Arif sempat protes, "Bapak becandanya begitu amat". Namun Ahok malah tertawa lagi.
Karena Ahok meminta, Arief tak kuasa menolak. Dia mengambil foto dari berbagai angle. Foto itu kemudian yang akan dipajang di Balai Kota bersama deratan foto-foto gubernur terdahulu.
Belakangan Arief baru menyadari kalau ternyata bercandaan Ahok itu seolah menjadi pertanda. Sebab, keesokan harinya Majelis Hakim PN Jakarta Utara memvonis Ahok bersalah dan menjatuhkan hukuman penjara dua tahun.
Siang itu, di momen Ahok minta difoto dengan pakaian dinasnya itu, merupakan terakhir Arief melihat Ahok dari balik kamera.
Arief bergabung dengan tim sukses Ahok ketika masa kampanye putaran pertama Pilkada DKI 2016 berlangsung. Selama itu pula Arief harus mengikuti kemanapun Ahok pergi.
Selain memotret, Arif bersama dengan tiga orang lain juga bertugas mendistribusikan video dan dokumentasi lain seperti rekaman suara Ahok untuk dipublikasikan di media sosial.
 Ahok saat di bioskop menonton pemutaran perdana sebuah film. (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari) |
Saat ditemui CNNIndonesia.com, Arief mengungkapkan kebiasaan Ahok di depan kamera. "Ahok itu sangat susah untuk diatur pas foto, dia nggak bisa di-
setting. Jadi kita harus berpikir keras, bagaimana caranya dapat
story dia yang bagus dari foto, dari video, dari apapun," kata Arief.
Menurutnya, Ahok tipe orang yang kurang suka publikasi. Dia sangat jarang mau difoto untuk kepentingan publikasi. Karen itu bukan pekerjaan mudah bagi Arief dan kawan-kawan mengabadikan Ahok lewat lensa kamera.
Untuk mengatasi itu, dia bersama tim punya trik khusus, terutama saat kampanye. Misalnya secara diam-diam. Sebab, jika Ahok tahu difoto di momen-momen tertentu, maka bisa marah dan akan merusak
mood-nya.
Karena
candid, banyak hasil foto Ahok yang terlihat natural tanpa pose-pose tertentu yang sengaja diatur.
"Ahok nggak pernah
request difoto dengan pose tertentu. Kami malah sering dilarang. Tapi ini tantangan. Jadi
candid, karena dia nggak mungkin bisa di-
arahin," ujarnya.
Selain itu, Arief cs juga kerap harus berpikir keras memikirkan sudut pengambilan gambar yang mesti diambil ketika Ahok blusukan. Selain Ahok yang tak mungkin diatur-atur, kondisi lapangan juga menyulitkan tim dokumentasi ini.
Contohnya ketika Ahok berada di pinggir kali. Arief terkadang harus mengambil foto dari arah samping. Hasilnya belum tentu bagus. Namun jika semua pas dan tepat, hasilnya bisa lebih natural.
"Jadi kita lebih banyak main
feeling kira-kira
angle-nya apa," ujar Arief.
Dari sekian banyak momen foto Ahok yang diambil, ada satu foto yang disukai Arief. Yakni foto Ahok ketika di atas panggung dan tengah menghadap ke para pendukungnya. Arief mengambil momen tersebut dari arah belakang Ahok.
Selama ikut Ahok, Arief mengaku banyak belajar. Misalnya saat dia ikut Ahok ke kawasan Serpong, Tangerang Selatan, Banten untuk hendak menemui anak penderita kanker. Anak perempuan itu yang mengirim undangan ke Ahok agar bisa bertemu. “Selama perjalanan saya mikir, ngapain Ahok nemuin orang yang bukan warga Jakarta, mendingan kampanye di Jakarta saja,” ujar Arief. Belakangan ia tahu anak yang ditemui Ahok adalah penderita kanker.
"Anak kecilnya ngomong begini doang, 'Pak Ahok, saya kuat kalau Pak Ahok juga kuat. Dia merasa dia harus kuat demi Ahok. Itu emosional banget'," ucapnya.
Setelah pertemuan itu, Ahok diundang salah satu stasiun televisi swasta untuk mengisi program talkshow. Tim kreatif televisi tersebut meminta izin kepada Ahok untuk menayangkan foto dan video pertemuannya dengan anak penderita kanker di akhir acara. Kata Arief, foto dan video itu sudah ramai di media sosial dan jadi pemberitaan.
Namun Ahok menolak. Arief sempat membujuk agar foto dan video tersebut tetap ditayangkan. Namun Ahok bergeming.
Sampai akhirnya Arief dipanggil Ahok. Ahok mengatakan kepada Arief agar tetap harus meminta izin kepada orang tua sang anak. Sebab Ahok tidak ingin sengaja menemui anak tersebut untuk pencitraan di televisi.
Akhirnya Arief mengontak ibu anak tersebut dan meminta izin. Sang ibu malah senang pertemuan itu dipublikasikan. Tapi dari sini Arief belajar etika dari Ahok.
Hal lain yang juga dingat Arief saat blusukan ke wilayah Jakarta Selatan. Saat itu ada seorang warga yang mengatakan kepada Ahok akan memilihnya dengan catatan rumahnya tidak digusur. Namun Ahok bilang tidak bisa. Dia harus melihat rumah warga itu lebih dulu.
Usai melihat kondisi sekitar rumahnya yang ada di pinggir kali, Ahok bilang kepada ibu itu, bahwa rumahnya tetap harus digusur, terlepas ibu tersebut memilihnya atau tidak.
Arief menuturkan, Ahok punya pandangan bahwa dia tidak mau berjualan janji kepada masyarakat. Dia juga tidak mau masyarakat memilihnya hanya karena ingin suatu kepentingan.
"Menurut saya, dari pengalaman itu, di dunia ini cuma ada hitam dan putih, nggak ada abu-abu. Iya atau nggak," kata Arief.
Kini semua pengalaman itu hanya tinggal di dalam ingatannya. Arief hanya bisa sesekali melihat foto-foto atau dokumentasi Ahok dalam file komputernya jika ada kesempatan. Menjenguk Ahok ke Mako Brimob pun jarang.
Dengan ragam pengalamannya itu, Arief tidak mau lagi kembali berjibaku dan berurusan dengan dunia politik. Apapun yang pekerjaan yang berbau politik dia akan menghindar, kecuali satu, jika suatu saat Ahok membutuhkan tenaganya lagi.
"Saya nggak bakal mau berurusan sama yang namanya dunia politik lagi. Itu janji saya. Kecuali untuk Ahok," ujar Arif.