Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator Politik Hukum dan Kemanan (Polhukam), Wiranto mengatakan saat ini 11 kementerian/lembaga negara lainnya sedang menggodok aturan tunggal tentang pembelian dan penggunaan senjata api.
Tim 11 dibentuk untuk merundingkan, mengatur penggunaan dan pembelian senjata api secara jelas dan terpadu bagi instansi yang memiliki kewenangan menggunakan senjata api.
“Kami sudah berkumpul dan kita rundingkan ke depannya akan kami terbitkan kebijakan tunggal yang komprehensif yang dapat mengatur secara aman, adil dan jelas bagaimana penataan penggunaan senjata api, termasuk pembelian dan penggunaannya,” ujar Wiranto di Gedung Kementerian Politik, Hukum dan Kemanan, Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat, (13/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tim yang diketuai oleh Wiranto selaku Menkopolhukam ini beranggotakan perwakilan dari instansi TNI, Polri, Bea Cukai Kementerian Keuangan, Badan Narkotika Nasional (BNN), Badan Nasional Pemberantasan Terorisme (BNPT), Kementerian Pertahanan, Badan Intelejen Negara (BIN), Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Kehutanan, dan Badan SAR Nasional.
Banyaknya aturan tentang pengadaan senjata di Indonesia telah memunculkan ragam perbedaan pendapat di institusi-institusi yang menggunakan senjata api. Wiranto menyebut saat ini telah ada empat Undang-undang, satu Peraturan pengganti Undang-undang (Perppu), satu Intruksi Presiden (Inpres), empat peraturan setingkat menteri, dan satu surat keputusan (SK) yang mengatur regulasi tentang pengadaan senjata.
Tim 11 berpendapat regulasi tunggal tentang penggunaan dan pembelian senjata mutlak diperlukan agar tak terjadi kerancuan dan miskomunikasi antarinstitusi ke depannya.
“Setelah kami coba menginventarisasi, ternyata betul banyak peraturan perundangan yang mengatur senjata api ini banyak, kerancuan peraturan soal senjata ini dimulai sejak tahun 1948 sampai sekarang, kalau setiap instansi itu acuannya berbeda maka tentu outputnya akan berbeda,” ujar Wiranto.
“Kami tata kembali agar tidak ada friksi lagi dan tidak ada salah pengertian, dan tak perlu diributkan, sesuatu harus diubah,” tambahnya.
Wiranto berharap tim 11 nantinya bisa menyelesaikan solusi terbaik untuk menghindarkan kembali munculnya polemik soal pembelian senjata yang sempat mengemuka beberapa hari terakhir. Penataan peraturan soal senjata api mutlak diperlukan karena situasi sosial dan ancaman saat ini mulai berubah.
“Karena peraturan perundang-undangan itu kan diterbitkan sesuai dengan kondisi saat itu, masyarakat sudah berubah, teknologi sudah berubah, ancaman berubah. Kita harus mengubah kembali peraturan tentang hal ini, jadi ini bukan suatu yang tabu, sesuatu yang masuk akal,” ujar Wiranto.
Polemik impor senjata dan amunisi muncul setelah kargo berisi senjata pesanan Korps Brimob Polri yang tiba dengan pesawat maskapai Ukraine Air Alliance, tertahan di Bandara Soekarno Hatta, Jumat (29/9).
Kargo itu berisi senjata dan amunisi. Tercatat ada 280 pucuk senjata Stand Alone Grenade Launcher (SAGL) kaliber 40 x 46mm yang dikemas dalam 28 kotak (10 pucuk/kotak), dengan berat total 2.212 kg.
Sementara amunisi dalam kargo itu adalah amunisi RLV-HEFJ kaliber 40x 46mm, yang dikemas dalam 70 boks (84 butir/boks) dan 1 boks (52 butir). Totalnya mencapai 5.932 butir dengan berat 2.829 kg.
TNI hingga kini masih menyimpan amunisi tajam pesanan Korps Brimob Polri karena dianggap mematikan dan tidak sesuai dengan spesikasi yang telah diatur dalam regulasi.