Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto diminta bersikap jentelmen atau ksatria menghadapi panggilan pemeriksaan dari Komisi Pemberantasan Korupsi terkait kasus korupsi e-KTP.
Setnov kembali mangkir dari panggilan pemeriksaan KPK, kemarin, dengan alasan pemanggilan dirinya harus atas izin Presiden Joko Widodo.
Pengamat hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia Muzakir mengatakan, Setnov tak perlu menggunakan alasan izin presiden untuk menghindari pemeriksaan tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Yang lain lancar-lancar saja. Kemarin juga tidak pakai itu. Kalau tidak bersalah hadapi saja. Jentelmen,” ujar Muzakir kepada
CNNIndonesia.com, Selasa (7/11).
Ia mengatakan, Setya Novanto memang berhak menanggapi panggilan KPK sesuai keinginannya. Tetapi ia mengingatkan, hal itu bisa memberatkan Setya Novanto sendiri.
“Nanti tuduhannya mempersulit proses hukum, tidak kooperatif,” ucapnya.
Setya sebelumnya meminta agar KPK mengantongi izin Presiden Jokowi terlebih dulu sebagai syarat untuk memeriksa dirinya.
Hal itu disampaikan lewat surat tertanggal 6 November 2017 yang ditandatangani Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal DPR Damayanti.
Syarat izin tertulis dari Presiden merujuk pada Pasal 245 (1) Undang-Undang Nomor 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).
Pasal itu berbunyi:
Pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari Presiden. Muzakir menilai pasal itu tak bisa jadi alasan menghindari panggilan KPK. Sebab, lanjutnya, beleid itu juga mengatur izin presiden tidak berlaku terhadap anggota DPR yang disangka melakukan tindak pidana khusus seperti yang termaktub dalam Pasal 245 Ayat (3) huruf c.
Korupsi, kata Muzakir, termasuk tindak pidana khusus sebab diatur di luar KUHP. Perkara korupsi diatur secara khusus dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan memiliki hukum acara yang khusus.
Dengan demikian, menurut Muzakir, KPK harus bertindak tegas melanjutkan pemanggilan terhadap Setya Novanto.
“Panggilan pertama sudah berlaku. Tinggal panggilan berikutnya harus hadir, kalau tidak kan sudah dua kali. Ketiga bisa dipaksa,” kata Muzakir.
KPK hingga kemarin belum bicara lebih jauh soal kemungkinan mengeluarkan surat panggilan ketiga yang disertai dengan penjemputan paksa. KPK masih mempelajari surat-surat ketidakhadiran Novanto pada dua panggilan sebelumnya.
Selain itu, KPK juga telah meminta Setnov tidak berlindung di balik izin Presiden Jokowi.
Menurut juru bicara KPK Febri Diansyah, aturan izin Presiden untuk pemeriksaan terhadap anggota DPR sediri tak berlaku bagi KPK yang memiliki perundangan khusus.
"Presiden punya tugas jauh lebih besar. Jangan sampai ketika (izin Presiden) itu tidak diatur, Presiden juga ditarik-tarik (ke) persoalan ini," kata Febri di Gedung KPK, Jakarta, Senin (6/11).
(wis)