Jakarta, CNN Indonesia -- Buni Yani telah divonis terbukti bersalah melanggar UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Bandung, Selasa (14/11).
Mantan wartawan dan dosen tersebut divonis satu tahun dan enam bulan penjara. Vonis itu lebih rendah dari tuntutan jaksa.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut dua tahun tahun penjara serta denda Rp100 juta dengan subsider tiga bulan kurungan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Perbuatan saudara secara sah dan meyakinkan telah memenuhi unsur pidana ITE berupa melakukan dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum menambah, mengurangi, menghilangkan terhadap informasi elektronik atau dokumen elektronik milik orang lain atau milik publik," ujar salah satu JPU Andi M. Taufik saat sidang pembacaan tuntutan 3 Oktober lalu.
Sidang perkara Buni Yani pertama kali digelar pada 13 Juni 2017. Sejak itu sampai sidang vonis terhadapnya, Buni Yani beberapa kali melakukan protes untuk membuktikan dirinya tak bersalah.
Salah satunya dalam sidang pembacaan tuntutan.
Buni Yani saat itu dituntut dengan pasal 32 ayat 1 jo pasal 48 ayat 1 tentang mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu informasi elektronik dan atau dokumen elektronik milik orang lain atau milik publik.
Dalam sidang, JPU Andi juga menyatakan tuntutan tersebut sudah berdasarkan pertimbangan hal yang memberatkan dan meringankan. Hal yang memberatkan, terdakwa memberikan keterangan berbelit-belit, perbuatan terdakwa dapat menimbulkan perpecahan antarumat beragama, tidak bersikap sopan saat persidangan, tidak menyesali perbuatannya, dan sebagai dosen tidak memberi contoh kepada masyarakat.
Menanggapi tuntutan tersebut, Buni Yani mencibir jaksa.
"Sekarang ini yang terjadi, bahwa saya dituduh memotong video, tapi saya yang disuruh membuktikan saya tidak memotong video, kan
stupid gitu loh.
Gimana ceritanya, belajar ilmu hukum dari mana?" ujar Buni Yani usai persidangan dengan agenda pembacaan tuntutan di
Gedung Perpustakaan dan Arsip Kota Bandung pada 3 Oktober lalu seperti dilansir
Antara.
Aksi Buni Yani kembali menarik perhatian saat sidang vonis hari ini ketika dia melakukan sumpah mubahalah yang ia sebut sebagai sumpah tertinggi dalam agama Islam.
Sumpah itu dilakukan Buni Yani untuk mempertegas keyakinannya bahwa dirinya tak pernah memotong video rekaman pidato Ahok di Kepulauan Seribu.
Kemudian, setelah vonis, Buni Yani lewat tim kuasa hukumnya menyatakan banding.
"Kita mau konfirmasi, tadi saya tidak mendengar perintah apapun soal eksekusi [dalam pembacaan vonis]... Karena kita banding, tentu pak Buni tidak ditahan. Betul?" tanya kuasa hukum Buni Yani, Aldwin Rahadian yang lalu dibenarkan oleh hakim.
Buni Yani terseret ke meja hijau akibat cuplikan video rekaman pidato Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) saat menjalankan tugas sebagai Gubernur DKI Jakarta di Kepulauan Seribu yang diunggah sang terdakwa ke akun Facebook.
Akibat unggahannya atas pernyataan Ahok terkait Pilkada dan Surat Alquran, Almaidah ayat 51 itu, terjadi gelombang aksi menggugat sang Gubernur. Ahok dituduh telah melakukan penistaan agama.
Ahok lalu disidang di Pengadilan Negeri Jakarta Utara dan mendapatkan vonis penjara dua tahun. Ahok tak mengajukan banding atas hukumannya, dan kini ia dipenjara di Rumah Tahanan Markas Komando Brimob Polri, Kelapa Dua, Depok.
(kid/wis)