Jakarta, CNN Indonesia -- Hakim tunggal praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kusno meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan tim kuasa hukum Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) tak mengajukan banyak bukti dalam sidang lanjutan.
Hal itu ia sampaikan lantaran masa sidang praperadilan hanya tujuh hari kerja seperti diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
"Yang penting kalau berkaitan dengan alat bukti, apakah bukti sudah memenuhi dua alat bukti yang cukup. Jangan praperadilan dikasih bukti dua meter, kapan bacanya itu, wong waktunya hanya tujuh hari," kata Kusno saat sidang di PN Jakarta Selatan, Kamis (7/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Belum diketahui secara pasti apa maksud Kusno mengatakan 'bukti dua meter'. Namun pada praperadilan beberapa waktu lalu, KPK membawa bukti sangat banyak jika dibanding kuasa hukum Setnov.
Pada Senin (25/9) lalu saat praperadilan, KPK membawa bukti sebanyak 16 kardus besar berisi berkas-berkas penyidikan kasus korupsi e-KTP. Selain itu mereka juga membawa empat jilid dokumen dengan tebal sekitar 30 cm.
KPK kembali membawa bukti pada sidang lanjutan. Kurang lebih ada 270 dokumen yang diajukan KPK sebagai bukti dalam bentuk laporan, CD, dan flashdisk.
Berbeda dengan KPK, tim kuasa hukum Setnov membawa beberapa jilid bukti yang total tebalnya tidak mencapai 15 cm. Salah satu bukti yang dibawa adalah Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari KPK atas tersangka Setnov.
Kusno meminta KPK dan tim kuasa hukum Setnov menyelesaikan bukti surat esok hari. Jangan sampai ada penambahan bukti di sidang lanjutan.
Kuasa Hukum Setnov, Ketut Mulya Arsana menyatakan sudah membawa bukti dan ingin mengajukan hari ini. Namun Kusno menolak bukti dan meminta diserahkan esok hari.
"Besok jawaban dari KPK, dilanjut bukti surat dari pemohon dan termohon. Kalau pemohon ada saksi silakan bawa paling banyak dua," kata Kusno.
Ketut mangaku ada beberapa bukti yang sama dengan bukti yang diajukan pada praperadilan beberapa waktu lalu. Salah satunya adalah Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) KPK pada tahun 2009-2011 dengan nomor 115/HP/XIV/12/2013.
Dalam LHP itu ada standar operasinal prosedur (SOP) penyidikan KPK. Ia ingin menjadikan LHP sebagai alat bukti agar tahu SOP KPK yang sebenarnya.
Sementara, Kepala Biro Hukum KPK Setiadi belum mengetahui berapa banyak bukti yang akan dibawa. Sampai kemarin malam KPK masih memilah-milah bukti yang kompeten dan signifikan.
"Apalagi permintaan hakim tadi tidak mau bukti sampai dua meter. Tidaklah, kami tidak sampai segitu," kata Setiadi.
(osc/djm)