Jakarta, CNN Indonesia -- Pengajuan permohonan praperadilan atas penetapan tersangka Setya Novanto dalam kasus korupsi proyek e-KTP dipandang berlebihan dan hanya mencari-cari celah. Kasus e-KTP dianggap sudah terang benderang terkait peran para pelaku dan bukti-buktinya.
"Praperadilan itu mencari apa lagi? Itu lebay dan hanya menggunakan kesempatan saja. Secara material, perkara e-KTP-nya sudah jelas terbukti," cetus pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, kepada CNNIndonesia.com, Kamis (7/12).
Dalam beberapa kali persidangan kasus e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta, terdakwa Andi Agustinus alias Andi Narogong mengungkapkan secara bertahap satu per satu aktor-aktor yang terlibat dan perjalanan proyek tersebut sejak awal hingga dijalankan di Kementerian Dalam Negeri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Beberapa aktor penting e-KTP yang diungkapnya adalah Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Irman, adik kandung Mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Azmin Aulia, dan Ketua DPR Setya Novanto.
Ia juga menyebut bahwa sejak awal penggarapan proyek sudah ada jatah imbalan atau fee untuk DPR dan Kemendagri masing-masing Rp 250 miliar. Angka Rp 250 miliar untuk masing-masing pihak itu, lanjutnya, diambil dari nilai proyek e-KTP sebesar Rp 5,9 triliun setelah dipotong pajak.
Di persidangan, Andi mengungkap, pengurusan jatah untuk DPR dan Kemendagri diurus dua pihak terpisah. Jatah untuk anggota DPR diurus PT. Quadra Solution, sementara jatah pihak kemendagri diurus PT. Sandipala Arthaputra dan Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI).
 Setya Novanto tertunduk lesu usai diperiksa KPK beberapa waktu lalu. (CNN Indonesia/Andry Novelino) |
Namun, penyerahan jatahnya dilakukan pihak yang berbeda. Penyerahan jatah untuk anggota DPR dilakukan melalui mantan Bos Gunung Agung, Made Oka Masagung, atas arahan Setya Novanto, yang saat itu menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar. Menurutnya, sudah US$ 7 juta yang diserahkan ke Anggota DPR. Selain itu, pernah ada pemberian jam tangan mewah senilai Rp 1,3 miliar dari Andi kepada Novanto atas jasanya melancarkan proyek e-KTP di DPR.
"Pasca-pengakuan dan kesaksian terdakwa Andi Narogong, semuanya sudah menjadi terang bahwa korupsi e-KTP itu benar-benar terbukti telah terjadi, pelakunya jalas," lanjut Abdul.
Kembali ke upaya praperadilan yang diajukan Novanto, dia menilai itu tak akan berpengaruh banyak selama pokok perkaranya, yakni kasus korupsi e-KTP sudah jelas. Pasalnya, praperadilan hanya meneliti persoalan administratif. Pihak Novanto pun dipandang tak bisa mengelak lagi. "Praperadilan hanya mengadili prosedur. Mau apa lagi kalau substansinya sudah jelas?" ujar Abdul.
Pada Kamis (/712), Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menggelar sidang praperadilan dengan agenda pembacaan permohonan Setnov. Tim kuasa hukum Setnov menjelaskan alasan-alasan penetapan tersangka kliennya yang dinilai tidak sah. Secara keseluruhan, alasan itu tak jauh berbeda dengan praperadilan jilid satu. Bahwa, Novanto ditetapkan tersangka saat masih proses penyidikan.
 Terdakwa kasus e-KTP Andi Agustinus alias Andi Narogong saat menjalani sidang lanjutan kasus korupsi KTP Elektronik di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (3/11). ( Foto: CNN Indonesia/Andry Novelino) |
Usai permohonan dibacakan, Hakim Tunggal Kusno mengatakan bahwa sidang praperadila paling lambat digelar selama tujuh hari kerja sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Ia berencana memutus praperadilan pada Kamis (14/12).
Atas dasar itu, Kusno meminta KPK menjawab permohonan pada sidang hari ini. Kemudian dilanjutkan pengajuan bukti kedua belah pihak dan langsung dilanjutkan kesaksian ahli dari pihak Setnov. Ia berancang-ancang akan memutus praperadilan tersebut pada Kamis (14/12).
Hakim yang juga wakil ketua PN Jaksel itu mengingatkan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah melimpahkan berkas perkara Setnov ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Merespons hal itu, ia akan berpegang pada Pasal 82 huruf d KUHAP yang diubah pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) 102/PUU-XIII/2015.
Kuasa hukum Setnov, Agus Trianto, meminta Kusno untuk menentukan jadwal pasti tahapan sidang praperadilan hingga sidang putusannya agar tidak ada salah paham. Ia pun menepis anggapan bahwa sikapnya itu berarti hendak meminta hendak meminta percepatan putusan praperadilan.
"Toh kami belum tahu kapan proes pembukaan sidang atau pembacaan dakwaan pokok perkara dilaksanakan. Jadi tidak ada indikasi kami minta dipercepat," bantahnya.
Diketahui, KPK melimpahkan berksa Setnov ke Pengadilan Tipikor pada Rabu (6/12) kemarin. Pengadilan Tipikor Jakarta menyebut bahwa sidang perdana kasus e-KTP akan dilakukan pada Rabu (13/12).
(arh/gil)