Jakarta, CNN Indonesia -- Setya Novanto alias Setnov dan sejumlah anggota DPR periode 2009-2014 disebut mendapat jatah sebesar Rp2.000 tiap satu keping e-KTP.
Hal tersebut disampaikan Jaksa Penuntut Umum KPK Eva Yustisia saat membacakan surat dakwaan Setnov di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (13/12).
Jatah itu berawal saat Setnov mendapat penjelasan dari Country Manager HP Enterprise Service, Charles Sutanto Ekpradja soal harga Automated Fingerprint Identification System (AFIS) merek L-1 yang disediakan Johannes Marliem lewat Biomorf Mauritius atau PT Biomorf Lone Indonesia. Menurut Charles harga yang ditawarkan Johannes Marliem terlalu mahal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah mendengarkan informasi tersebut, mantan Ketua Fraksi Golkar itu secara khusus memanggil Johannes Marliem ke rumahnya di Jalan Wijaya XIII, Nomor 19, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan untuk meminta penjelasan Marliem. Diketahui, Marliem meninggal di Amerika Serikat, Agustus 2017 silam.
Di depan Setnov, ketika itu, Marliem menerangkan bahwa harga AFIS merek L-1 adalah US$0,5 (lima sen dolar Amerika Serikat) atau setara dengan Rp5.000 per penduduk atau satu keping e-KTP.
"Terdakwa (Setya Novanto) kemudian meminta diskon 50 persen," kata Eva.
Marliem akhirnya memberikan diskon sebesar 40 persen atau sebesar US$0,2 yang setara dengan Rp2.000. Diskon itulah yang diberikan ke Setnov dan anggota DPR periode 2009-2014 sebagai bagian dari komitmen fee sebesar lima persen dari nilai proyek e-KTP.
"Terdakwa (Setya Novanto) memahami dan menyetujuinya," tutur Eva.
Dalam proyek e-KTP ini, Konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) pada kontrak awal berkewajiban mencetak 172.015.400 keping. Namun realisasinya, Konsorsium PNRI hanya dapat melakukan pengadaan 122.109.759 keping e-KTP.
Setya Novanto didakwa menerima hadiah US$7,3 juta dan satu jam tangan merk Richard Mille seri RM 011 senilai US$135 ribu. Hadiah itu merupakan kompensasi atas usaha Setnov membantu penganggaran dalam proyek pengadaan e-KTP 2011-2012.
Setnov juga didakwa memperkaya diri sendiri dan sejumlah pihak yakni Irman dan Sugiharto, Andi Narogong, Gamawan Fauzi, Diah Anggraeni, dan Drajat Wisnu Setiawan.
Atas perbuatan ini, Setnov didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(osc/ugo)