MK: Sidang Perdana Tipikor Gugurkan Praperadilan Setnov

Arif Hulwan Muzayyin | CNN Indonesia
Rabu, 13 Des 2017 18:02 WIB
Sidang praperadilan Setnov sepatutnya gugur ketika sidang perdana yang memeriksa pokok perkara e-KTP sudah dimulai.
Setya Novanto menjalani sidang perdana kasus KTP elektronik di gedung Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (13/12). MK menyebut, permohonan praperadilannya gugur ketika sidang di tipikor itu mulai memeriksa perkaranya. (Foto: CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Mahkamah Konstitusi (MK) menyebut, sidang perdana kasus korupsi proyek e-KTP di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta dengan terdakwa mantan Ketua DPR Setya Novanto, pada Rabu (13/12), menggugurkan permohonan praperadilannya yang sedang disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Pada 2016 MK pernah memutus bahwa pasal 82 ayat (1) huruf d UU No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) terkait gugurnya hak mengajukan praperadilan ketika perkara pokoknya sudah diperiksa pengadilan, inkonstitusional bersyarat.

"Dikatakan bahwa frasa 'suatu perkara sudah mulai diperiksa' dimaknai oleh MK, permintaan praperadilan gugur ketika pokok perkara telah dilimpahkan dan telah dimulai sidang perkara terhadap pokok perkara atas nama Pemohon (praperadilan)," ujar Juru Bicara MK Fajar Laksono, saat dihubungi, pada Rabu (13/12).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Hal tersebut disampaikan Fajar dalam menyoroti sidang perkara e-KTP yang sudah bergulir, sementara permohonan praperadilan atas penetapan tersangka Setnov oleh KPK masih berlangsung di PN Jaksel.

Fajar menekankan dua kondisi. Yakni, "telah dilimpahkan" dan "telah dimulai sidang perkara". Lalu, apakah sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, pada Rabu (13/12), dikategorikan sebagai sidang perdana pokok perkara seperti yang dimaksudkan Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP?

"Yang pasti sidang pertama itu memeriksa pokok perkara. Sudah jelas sebetulnya." timpalnya.

Hal yang perlu ditekankan, lanjut dia, adalah kepatuhan Hakim Praperadilan terhadap putusan MK tersebut. "Hakim-hakim itu seharusnya bersikap dengan dasar Pasal 82 KUHAP yang sudah diubah MK," ucapnya.


Saat ditanyakan soal kemungkinan membangkangnya Hakim Praperadilan terhadap putusan MK, Fajar enggan menjawab rinci. "Saya tidak mau berandai-andai juga, tergantung pada hakimnya sendiri. Rambu-rambunya sudah jelas. Ini bunyi KUHAP yang kemudian sudah dimaknai oleh putusan MK. Pasal 82 KUHAP sudah teruji konstitusionalitasnya," cetus dia.

Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP berbunyi, "Dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan negeri, sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada pra peradilan belum selesai, maka permintaan tersebut gugur."

Dalam pertimbangan putusan MK terhadap uji materi yang diajukan oleh yang dimohonkan Mantan Bupati Morotai Rusli Sibua, pada 2016 itu, MK menyebut bahwa praktik Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP itu sering multitiafsir di antara para hakim praperadilan. Sebab, ada ketidakjelasan rumusan norma itu sendiri, terutama frasa "perkara sudah mulai diperiksa" yang dapat menyebabkan gugurnya praperadilan.

"Demi terciptanya kepastian hukum, Mahkamah perlu memberikan penafsiran yang menegaskan mengenai batas waktu yang dimaksud pada norma a quo, yaitu 'permintaan praperadilan dinyatakan gugur ketika telah dimulainya sidang pertama terhadap pokok perkara yang dimohonkan praperadilan',” ucap Hakim Konstitusi Manahan MP. Sitompul, saat membacakan pertimbangan hukum putusan tersebut, ketika itu.

(gil)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER