Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) heran dengan tim penasihat hukum Setya Novanto yang terus membandingkan surat dakwaan kliennya dengan surat dakwaan mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri Irman dan Sugiharto serta pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong.
Padahal, KPK tidak menghapus nama-nama anggota DPR yang diduga menikmati uang proyek e-KTP dari dakwaan. Lembaga antirasuah itu hanya mengelompokkannya ke dalam satu kategori penerima.
"Jadi aneh dan janggal saya kira kalau dakwaan terhadap Setya Novanto tetapi mempersoalkan dakwaan pihak lain," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (20/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Febri menyebut, persidangan yang saat ini tengah berlangsung adalah persidangan Setnov. Sehingga, yang harus dibuktikan adalah perbuatan mantan Ketua Fraksi Golkar itu dalam korupsi proyek pengadaan e-KTP yang ditaksir merugikan negara hingga Rp2,3 triliun. Bukan perbuatan pihak lain.
"Ini persidangan untuk Setnov maka yang dibuktikan (perbuatan) Setnov. Inti fokusnya pada pembuktian perbuatan dan kesalahan Setya Novanto nanti di persidangan," tuturnya.
Menurut Febri, tak ada penghilangan nama-nama anggota DPR periode 2009-2014 dari surat dakwaan Setnov seperti yang ditudingkan tim penasihat hukum Setnov itu. Para anggota DPR yang diduga menerima uang panas proyek e-KTP itu hanya dikelompokkan semata.
"Misalnya dikelompokkan menjadi sejumlah orang dalam panitia pengadaan. Sejumlah anggota DPR yang diperkaya US$12,8 juta dan juga lebih dari Rp40 miliar," ujarnya.
Febri menyebut, yang paling penting dalam kasus korupsi e-KTP ini adalah kerugian negara sudah dinyatakan oleh majelis hakim yang menangani perkara terdakwa Irman dan Sugiharto sebasar Rp2,3 triliun, serta sejumlah pihak yang diperkaya sudah jelas.
"Jadi menurut kami tidak ada hal yang baru, tidak ada hal yang relatif baru dalam eksepsi tadi," kata dia.
Setnov didakwa mengintervensi pelaksanaan proyek pengadaan e-KTP di Kementerian Dalam Negeri dengan melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi. Atas tindakannya itu negara ditaksir mengalami kerugian mencapai Rp2,3 triliun.
Mantan Ketua Umum Partai Golkar itu pun mendapat jatah sebesar US$7,3 juta dan jam tangan merek Richard Mille seri RM 011 senilai US$135 ribu dari proyek senilai Rp5,8 triliun tersebut.
Pada penyampaian eksepsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta siang tadi, tim penasihat hukum Setnov mempermasalahkan sejumlah hal, di antaranya total keseluruhan uang yang diterima sejumlah pihak, nama-nama para penerima uang proyek e-KTP, kerugian negara, sampai perbedaan waktu dan tempat kejadian perkara.
(osc/arh)