Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komisaris Jenderal Ari Dono Sukmanto membeberkan kendala yang menyebabkan kasus korupsi penjualan kondensat yang melibatkan PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).
Ia mengatakan penyelesaian kasus tersebut terkendala perbedaan total kerugian negara antara penghitungan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) dan Kejaksaan Agung.
"Ya ada beberapa bukti yang masih kurang waktu itu, kami menghitung total
lost di sana (Kejagung) ada penghitungan beda," kata Ari di kantor sementara Bareskrim, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (21/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ari pun mengaku, telah mengikuti proses penyidikan kasus korupsi penjualan kondensat yang melibatkan PT TPPI dan SKK Migas sejak menjabat sebagai Wakabareskrim.
Dia menuturkan, proses penghitungan kerugian negara dalam kasus ini merupakan salah satu bagian yang menjadi perdebatan alot antara penyidik kepolisian dan jaksa.
Ari tidak mempersalahkan gugatan praperadilan yang dilayangkan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) atas mangkraknya penanganan kasus ini.
Dia mengatakan, langkah tersebut merupakan hak setiap warga negara untuk melihat penanganan kasus yang dilakukan aparat penegak hukum
"Hak siapa saja sebagai warga negara untuk melihat bagaimana pemerintah dalam memproses. Pada prinsipnya, kami sudah serius untuk melaksanakan proses penyidikan ini," ujarnya.
Kasus korupsi penjualan kondensat yang melibatkan PT TPPI dan SKK Migas mangkrak di Bareskrim lebih dari dua tahun. Padahal, berkas perkara yang telah disusun penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim telah empat kali dilimpahkan. Namun, berkas itu belum dinyatakan lengkap Kejagung.
Sejak Mei 2015, penyidik sudah menetapkan tiga tersangka atas kasus kondensat ini. Mereka adalah mantan Kepala BP Migas Raden Priyono, mantan Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas Djoko Harsono, dan eks Direktur Utama TPPI Honggo Wendratno.
Namun, yang baru ditahan penyidik hanya Raden Priyono dan Djoko Harsono. Sementara Honggo Wendratno belum ditahan karena menjalani perawatan kesehatan pascaoperasi jantung di Singapura.
Seiring berjalannya kasus itu, dari BPK, polisi mengantongi informasi kerugian negara atas kasus itu mencapai US$2,7 miliar atau sekitar Rp38 triliun.
(kid)