Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pengawas (Komwas) Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) menyatakan, sejauh ini belum menemukan pelanggaran kode etik yang dilakukan pengacara Fredrich Yunadi ketika mendampingi Setya Novanto dalam kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP.
Namun, Komwas Peradi memiliki catatan khusus atas tindak tanduk Fredrich di awal mendampingi Setnov saat mendapat surat panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), akhir Oktober sampai pertengahan November 2017 lalu.
Sekretaris Komwas Peradi, Victor W. Nadapdap menyebut, berdasarkan pantauan sepanjang mendampingi Setnov di awal penyidikan, pihaknya menyimpulkan Fredrich hanya omong besar semata dan tak paham soal hukum.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau kami ikuti, kami kan ikuti omongannya segala macam. Jadi kami sampai saat ini baru berkesimpulan omongannya, omong besar saja. Ngomong ember saja (Fredrich)," kata Victor lewat sambungan telepon, Jumat (12/1).
Salah satu pendapat Fredrich yang menjadi sorotan, kata Victor, adalah ketika menyatakan bahwa penegak hukum yang akan memeriksa anggota DPR harus mendapat izin presiden. Di sisi lain, banyak yang berpendapat bahwa tak perlu izin presiden untuk memeriksa anggota dewan dalam kasus korupsi.
Meskipun demikian, lanjut Victor, hal tersebut belum masuk dalam kategori melanggar kode etik advokat, yang tertuang dalam Kode Etik Advokat Indonesia.
"Jadi ada sesuatu, dia tidak tahu hukum gitu lah, kurang cakap hukum, misalnya tidak membaca. Menurut kita belum termasuk pelanggaran etik atau pelanggaran hukum," tuturnya.
Victor yang juga menjabat sebagai Wakil Sekretaris Jenderal Peradi kubu Fauzie Yusuf Hasibuan menyatakan, kemungkinan laporan pelanggaran kode etik Fredrich terkait peristiwa kecelakaan Setnov hingga masuk Rumah Sakit Medika Permata Hijau sudah masuk ke DPN Peradi.
Menurut dia, siang ini dirinya dipanggil ke kantor DPN Peradi untuk membicarakan laporan pelanggaran kode etik Fredrich tersebut.
"Saya rasa sudah masuk, hari ini saya diminta untuk ke DPN Peradi. Bisa saja yang bersangkutan yang mengajukan untuk diperiksa kode etik lebih dulu," kata dia.
Victor menjelaskan, laporan tersebut nantinya akan dirumuskan untuk diperiksa Dewan Kehormatan Daerah Peradi. Saat pemeriksaan awal, Dewan Kehormatan akan meminta keterangan Fredrich terkait dengan duduk perkara yang disangkakan oleh KPK.
"Jadi diperiksa dewan Kehormatan dulu, kita diterangkan dulu apa kedudukan masalahnya apa si, merintangi apa si dia," ujarnya.
 Laporan pelanggaran kode etik Fredrich Yunadi terkait peristiwa kecelakaan Setnov hingga masuk Rumah Sakit Medika Permata Hijau sudah masuk ke DPN Peradi. (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga) |
Terkait dengan pelanggaran kode etik, Victor menambahkan, diatur dalam Keputusan Dewan Kehormatan Pusat Peradi Nomor 2 Tahun 2007 tentang Tata Cara Memeriksa dan Mengadili Pelanggaran Kode Etik Advokat Indonesia.
Victor melanjutkan, pihaknya belum mengetahui sangkaan KPK terhadap Fredrich terkait dugaan merintangi proses penyidikan Setnov dalam kasus korupsi e-KTP, masuk dalam pelanggaran kode etik advokat. Menurut dia, pihaknya perlu melakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap Fredrich.
"Jadi yang terakhir ini belum kita lihat ini, yang katanya pesan (satu lantai) di rumah sakit, belum kita cek," kata dia.
Victor menambahkan, pemeriksaan pelanggaran kode etik yang nantinya dilakukan Dewan Kehormatan Peradi tak akan berlangsung lama. Menurut dia, sanksi yang dijatuhkan pada advokat yang dinilai telah melanggar kode etik, mulai dari sanksi teguran sampai pemberhentian secara tetap.
"Kode etik itu kan jauh lebih tinggi dari pelanggaran hukum cakupannya. Kalau melanggar hukum sudah jelas melanggar etik. Kalo etik lebih luas itu," tuturnya.
Mengenai sanksi untuk advokat yang melanggar kode etik tertuang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2003 tentang Advokat.
Pada Pasal 6 dalam aturan itu, advokat dapat dikenai tindakan (sanksi) dengan alasan, a. mengabaikan atau menelantarkan kepentingan kliennya, b. berbuat atau bertingkah laku yang tidak patut terhadap lawan atau rekan seprofesinya.
Kemudian, c. bersikap, bertingkah laku, bertutur kata, atau mengeluarkan pernyataan yang menunjukkan sikap tidak hormat terhadap hukum, peraturan perundang-undangan, atau pengadilan.
Selanjutnya, d. berbuat hal-hal yang bertentangan dengan kewajiban, kehormatan, atau harkat dan martabat profesinya, e. melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan dan atau perbuatan tercela, dan f. melanggar sumpah/janji advokat dan/atau kode etik profesi advokat.
Kemudian pada Pasal 7 ayat (1) jenis tindakan yang dikenakan terhadap Advokat dapat berupa: a. teguran lisan, b. teguran tertulis, c. pemberhentian sementara dari profesinya selama 3 sampai 12 bulan, dan d. pemberhentian tetap dari profesinya.
(djm)