Jakarta, CNN Indonesia -- Fredrich Yunadi, tersangka merintangi penyidikan kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP, resmi mendaftarkan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (18/1).
"Kami baru saja daftar praperadilan. Praperadilan ini kita ajukan berdasarkan permintaan pak Fredrich, karena ada beberapa hal," kata kuasa hukum Fredrich, Sapriyanto Refa, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (18/1).
Refa mengatakan beberapa tindakan lembaga antirasuah yang dilakukan kepada Fredrich tidak sah. Tindakan tersebut di antaranya, penetapan tersangka Fredrich, penyitaan sejumlah barang bukti, dan penangkapan serta penahanan terhadap Fredrich.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Refa pun mengatakan penetapan seseorang sebagai tersangka harus berdasarkan minimal dua bukti permulaan yang cukup. Refa pun meyakini KPK belum memiliki dua bukti permulaan untuk menetapkan Fredrich tersangka.
"Kami menganggap dua bukti permulaan yang cukup tak terpenuhi dalam penetapan pak Fredrich sebagai tersangka," ujar pria yang juga dikenal sebagai Wakil Ketua Umum Dewan Pengurus Nasional (DPN) Persatuan Advokat Indonesia (Peradi) itu
Kemudian, lanjut Refa, penyitaan barang bukti dari hasil penggeledahan di kantor hukum Fredrich, Yunadi & Associated, tak sah. Itu diyakini karena KPK tidak memiliki penetapan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta dalam melakukan penyitaan.
 Sapriyanto Refa. (CNN Indonesia/Hesti Rika) |
Selain itu, kata Refa, beberapa barang-barang atau dokumen yang disita penyidik KPK tak terkait dengan kasus kliennya. Menurut dia, dokumen yang disita itu harus berkaitan dengan tindak pidana yang disangkakan terhadap Fredrich.
Sebelumnya KPK telah menetapkan Fredrich Yunadi sebagai tersangka dengan dugaan melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Tapi kenyataannya yang disita itu, hampir (semua) dokumen-dokumen yang enggak ada hubungannya dengan pelanggaran Pasal 21," kata Refa.
Refa mengatakan penangkapan pada 12 Januari malam, yang kemudian diikuti penahanan terhadap Fredrich juga tidak sah. Itu semua, kata dia, dilakukan KPK tak sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Menurut dia, berdasarkan Pasal 112 KUHAP, jika seorang tersangka dipanggil sekali tak hadir maka dilakukan pemanggilan selanjutnya. Namun, lanjut Refa, KPK justur langsung melakukan penangkapan dan penahanan kliennya.
"Jadi kami beranggapan penangkapan yang diiringi penahanan adalah tidak sah. Ini lah yang kita mau uji di sidang praperadilan ini," tuturnya.
Dalam perkara merintangi penyidikan Setnov ini KPK telah menetapkan dua orang tersangka. Selain Fredrich, KPK pun menetapkan status tersangka pada dokter Rumah Sakit Medika Permata Hijau, Bimanesh Sutarjo yang merawat Setnov pascakecelakaan November tahun laul.
Mereka diduga memanipulasi data medis Setnov agar bisa dirawat untuk menghindari pemeriksaan KPK pada pertengahan November lalu. Selain itu, Fredrich ditenggarai telah mengondisikan RS Medika Permata Hijau sebelum Setnov mengalami kecelakaan mobil bersama mantan kontributor Metro TV Hilman Mattauch pada 16 November 2017.
Fredrich Yunadi membantah melakukan manipulasi data medis terdakwa korupsi proyek pengadaan e-KTP itu. Dia juga membantah memesan satu lantai di RS Medika Permata Hijau untuk merawat Setnov.
(kid/gil)