Jakarta, CNN Indonesia -- Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa mantan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan (Dirjen Hubla Kemenhub)
Antonius Tonny Budiono menerima suap Rp2,3 miliar dari Komisaris PT Adhiguna Keruktama Adiputra Kurniawan. Suap itu diberikan terkait pengerjaan pengerukan empat pelabuhan di sejumlah daerah.
“Terdakwa menerima hadiah berupa uang secara bertahap yang seluruhnya berjumlah Rp2,3 miliar dari Adiputra Kurniawan,” ujar jaksa Dody Sukmonl saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (18/1).
Uang itu diterima Tonny melalui kartu ATM atas nama Yongkie dan Joko Prabowo. Menurut jaksa, Adi sengaja membuka 21 rekening Bank Mandiri dan membuat kartu ATM menggunakan KTP palsu untuk memudahkan proses pemberian uang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Kartu ATM ini berisi saldo yang bisa digunakan terdakwa kapan saja,” katanya.
Tiap mengirimkan uang, lanjut jaksa, Adi memberitahu kepada Tonny melalui pesan singkat di Blackberry Messenger (BBM) menggunakan kata sandi.
“Terdakwa menggunakan kata sandi ‘kalender tahun 2017 sudah saya kirim’ atau ‘telor asin sudah kirim’ yang kemudian dijawab saudara Tonny dengan ‘ya’,” ucap jaksa.
Adapun empat pelabuhan yang diterbitkan Surat Izin Kerja Keruk (SIKK) oleh Tonny adalah pengerukan alur pelayaran pelabuhan Pulau Pisau Kalimantan Tengah, Pelabuhan Samarinda, pengerukan Pelabuhan Tanjung Emas Semarang, pengerukan di Bontang Kalimantan Timur, dan pengerukan di Lontar Banten.
Selain menerima suap, jaksa juga mendakwa Tonny menerima gratifikasi dari sejumlah pihak berupa uang tunai Rp5,8 miliar, US$479.700, EUR4.200, GBP15.540, Sin$ 700.249, dan RM 11.212.
Selain itu, uang di rekening Bank Bukopin atas nama Oscar Budiono Rp1,066 miliar dan Rp1,067 miliar dan uang di rekening BRI atas nama Wasito dan BCA Rp300 juta.
 Komisaris PT Adiguna Keruktama Adiputra Kurniawan. (ANTARA FOTO/Galih Pradipta) |
Bukan hanya gratifikasi uang, Tonny juga menerima gratifikasi perhiasan berupa cincin yang harganya ditaksir mencapai Rp175 juta serta sejumlah barang yakni jam tangan, pena, dompet, hingga gantungan kunci.
“Seluruh penerimaan hadiah berupa sembilan item jam tangan, empat item pena, satu item dompet, dan satu item gantungan kunci setelah dilakukan penaksiran harga bernilai total Rp68 juta,” kata jaksa.
Sebagian besar pemberi gratifikasi itu, kata jaksa, tidak diingat lagi oleh Tonny. Sementara terkait gratifikasi uang, umumnya diterima dari pejabat Ditjen Hubla di sejumlah daerah.
Jaksa menyatakan, dari seluruh gratifikasi yang diterima Tonny tak sebanding dengan penghasilan yang diterima sebagai Dirjen Hubla. Sejak menjabat sebagai Dirjen Hubla pada Juni 2016 hingga Juli 2017 Tonny memiliki penghasilan sebesar Rp891 juta.
Tonny juga memiliki penghasilan tambahan sebagai anggota Dewan Komisaris PT Pelabuhan Indonesia IV (Persero) sebesar Rp931 juta dan harta bergerak dalam bentuk giro Rp1,723 miliar.
“Sehingga seluruh penghasilan terdakwa dibandingkan dengan uang dan barang yang diterima adalah suap dan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya,” kata jaksa.
Antonius Tonny Budiono didakwa melanggar Pasal 12 huruf b subsidair Pasal 11 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP dan 12 B UU 20/2001 juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP. Atas dakwaan jaksa, Tonny menyatakan menerima dan tak mengajukan eksepsi.
(pmg/djm)