Jakarta, CNN Indonesia -- Jaksa Penuntut Umum memutar rekaman pemeriksaan almarhum Johannes Marliem oleh FBI dalam sidang korupsi proyek e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (22/1) malam. Pemeriksaan itu dilakukan di Amerika Serikat sebelum Marliem tewas pada 2017.
Dalam rekaman tersebut, Marliem menyebut terdakwa korupsi e-KTP Setya Novanto pernah meminta diskon 50 persen untuk satu chip e-KTP.
Saat penawaran harga itu, Marliem bertemu Setnov dengan Andi Agustinus alias Andi Narogong. Dari keterangan Marliem, Setnov menilai harga Rp5 ribu per keping chip itu terlalu mahal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Kami meyakinkan Novanto bahwa harga itu tidak mahal karena akan banyak pekerjaan untuk satu keping e-KTP,” ucap Marliem seperti dalam rekaman.
Jaksa lantas menanyakan soal harga tersebut kepada Andi yang dihadirkan dalam persidangan hari ini. Namun Andi mengaku lupa.
“Saya kurang ingat. Mungkin Pak Marliem yang ingat,” kata Andi.
Sementara saat dikonfirmasi, Setnov mengaku tak ada pembicaraan soal penawaran harga.
Menurut Setnov, saat itu Marliem dan Andi hanya menceritakan soal kelebihan produk Automated Fingerprint Identification System (AFIS).
“Yang saya tahu, Andi dan Marliem cuma ceritakan kelebihan AFIS. Andi menyampaikan siapa pun yang menang (proyek), pasti saya yang dapat,” ucap Setnov.
Sebagai pemilik PT Biomorf Mauritius, Marliem bertugas sebagai pemasok produk AFIS merek L1 untuk PNRI, konsorsium pemenang proyek e-KTP.
Selain membahas soal permintaan diskon, petugas FBI yang memeriksa Marliem juga membahas pemberian jam tangan berlabel Richard Mille untuk Setnov.
Menurut Marliem, jam tangan seharga Rp1,3 miliar itu dibeli dari hasil patungan dengan Andi.
Dalam perkara ini, Setnov didakwa menerima uang sebesar US$7,3 juta dan jam tangan merek Richard Mille. Ia juga disebut telah mengatur proyek e-KTP bersama sejumlah pihak, termasuk Andi.
(end)