Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Panjaitan menduga uang suap yang diterima oleh Bupati Ngada, Nusa Tenggara Timur (NTT) Marianus Sae akan digunakan untuk kepentingan kampanye di pemilihan gubernur NTT 2018.
Marianus diketahui maju di Pilgub NTT 2018 sebagai bakal calon gubernur dan berpasangan dengan Emilia J Nomleni. Mereka diusung oleh koalisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
"Apakah ini akan dilakukan untuk biaya kampanye, prediksi kami iya. Prediksi dari tim kami kemungkinan besar dia butuh uang untuk itu," kata Basaria di Gedung KPK, Jakarta, Senin (12/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Basaria menuturkan, status Marianus sebagai bakal cagub pasti membutuhkan dana yang besar untuk proses pemenangan di Pilgub NTT. Salah satunya sumber pendanaan itu diduga didapatkan dari hasil suap tersebut.
Meski begitu, Basaria mengatakan KPK belum menemukan aliran dana suap itu untuk tim pemenangan Marianus di NTT.
"Tapi apakah itu pasti untuk sana kita belum bisa mengatakan itu, karena kita belum belum menemukan jalur yang diberikan kepada pihak atau tim-tim yang berhubungan dengan Pilkada tersebut," kata Basaria.
"Tapi prediksi dari tim tadi sudah mengatakan kalau yang bersangkutan akan balon (bakal calon) gubernur, sudah barang tentu memerlukan dana yang banyak," tambah Basaria.
KPK resmi menetapkan Bupati Ngada, NTT, Marianus Sae sebagai tersangka dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait sejumlah proyek di Kabupaten Ngada.
Marianus ditetapkan sebagai tersangka bersama Wilhemus Iwan Ulumbu yang merupakan Direktur PT Sinar 99 Permai. Dia diduga menjadi pihak pemberi hadiah kepada Marianus terkait proyek-proyek di Ngada.
Keduanya jadi tersangka usai diciduk KPK dalam OTT pada Minggu (11/2). Mereka diamankan bersama tiga orang lainnya di tiga lokasi berbeda.
Marianus diduga menerima hadiah Rp4,1 miliar dari Wilhelmus. Sebagai gantinya, Marianus menjanjikan sejumlah proyek di Ngada kepada Wilhelmus.
Marianus selaku penerima dijerat dengan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara Wilhelmus sebagai pemberi disangkakan dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Tpikor jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
(osc/wis)