Jakarta, CNN Indonesia -- Sepak terjang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam fungsi penindakan sudah terlihat dari serangkaian operasi tangkap tangan (OTT) di beberapa daerah pada awal tahun ini.
Dalam kurun 1,5 bulan, KPK tercatat sudah melakukan empat kali tangkap tangan kepada empat kepala daerah, di mana mereka juga diketahui berencana mengikuti kontestasi Pilkada serentak 2018.
Pengamat politik Karyono Wibowo menilai KPK perlu mewaspadai persepsi atau stigma negatif dalam melakukan penindakan kasus korupsi di tengah momentum politik menjelang pilkada.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Stigma ini yang perlu perlu diwaspadai oleh KPK. Tetapi sejauh langkah KPK ini murni hukum, menurut saya show must goes on, lanjut saja. Biarkan anjing menggonggong kafilah tetap berlalu," kata Karyono saat dihubungi, Kamis (15/2).
Peneliti The Indonesian Public Institute itu menilai wajar ketika ada persepsi yang menilai negatif penindakan KPK karena bermuatan politis, dan masif dilakukan menjelang agenda politik. Namun, menurutnya itu sulit dibuktikan.
"Tidak mudah untuk memberikan penilaian (assesment) bahwa OTT yang dilakukan KPK terhadap sejumlah kepala daerah ada motif politik, untuk membidik partai politik tertentu," ujar Karyono.
Bagi KPK, sebagaimana tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), dua alat bukti sudah cukup untuk membuat seseorang sebagai tersangka pidana yang harus ditindak.
"Tindakan KPK didasarkan pada pandangan hukum normatif bahwa penegakan hukum harus berjalan sesuai dengan aturan. Bagi KPK tidak ada alasan penegakan hukum harus berhenti pada suatu momentum," kata Karyono.
Sementara itu, Koordinator Bidang Pemenangan Pemilu Golkar wilayah Sumatra Ahmad Doli Kurnia mengatakan partainya kecewa dan prihatin bahwa para kepala daerah, khususnya pimpinan atau kader Golkar, tidak mengambil pelajaran.
 Ahmad Doli Kurnia. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Doli mengatakan pihaknya akan melakukan tindakan yang tegas terhadap kader yang masih ikut terjerat kasus korupsi, termasuk terhadap Bupati Subang Imas Aryumningsih yang juga sedang mencalonkan kembali.
"Seperti yang sering saya sampaikan, Golkar hari ini 'zero tolerance' terhadap korupsi. Pencalonannya akan segera dievaluasi sesuai dengan undang-undang dan ketentuan yang berlaku," kata Doli dalam keterangannya.
Meski demikian, Doli juga berharap agar KPK dalam melakukan tangkap tangan atau menetapkan para kepala daerah sebagai tersangka kasus korupsi harus benar-benar objektif, profesional, dan bebas dari tendensi politik apalagi terhadap partai politik tertentu.
"Posisi Golkar jelas dan tegas, mendukung penuh KPK dalam melakukan pemberantasan korupsi," katanya.
Di sisi lain, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan pihaknya akan terus menangkap penyelenggara negara yang terindikasi menerima suap, termasuk kepala daerah. Meski begitu, Saut membantah bila KPK secara khusus mengincar kepala daerah yang ikut kontestasi pilkada serentak 2018.
"KPK akan kerja terus sesuai kewenangan KPK," kata Saut kepada CNNIndonesia.com, Selasa (13/2).
Menurut Saut, yang menjadi fokus lembaga antirasuah ini, yakni perilaku transaksional calon kepala daerah yang maju pada Pilkada serentak 2018. Praktik suap untuk modal kampanye itu membuat kualitas pesta demokrasi di Indonesia tak kunjung baik.
Pada bulan lalu, KPK menangkap tangan Bupati Hulu Sungai Tengah Selatan Abdul Latief, yang juga menjabat sebagai Ketua DPW Partai Berkarya Kalimantan Selatan.
Selanjutnya, dalam tempo kurang dari sebulan, berturut-turut KPK menangkap Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko yang juga Ketua DPD Golkar Jawa Timur, Bupati Ngada yang hendak maju dalam Pilgub Nusa Tenggara Timur (NTT) Marianus Sae, dan Bupati Subang Imas Aryumningsih yang merupakan Ketua DPD Golkar Kabupaten Subang.
(kid)