Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin mendadak lupa ketika ditanya anggota majelis hakim soal bagi-bagi uang proyek e-KTP di ruang kerja Setya Novanto yang ketika itu menjabat Ketua Fraksi Golkar.
Nazaruddin juga lupa ssat ditanya peran Setnov dalam proyek yang ditaksir merugikan negara hingga Rp2,3 triliun itu.
Nazaruddin dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan Setnov, selaku terdakwa korupsi proyek pengadaan e-KTP di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (19/2).
Awalnya hakim Anwar membacakan keterangan Nazaruddin yang tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saat proses penyidikan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam BAP itu, Nazaruddin menceritakan realisasi jatah untuk anggota DPR.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Terhadap realisasi keuntungan sebesar Rp2,5 triliun sebagai keuntungan, untuk DPR RI dilakukan di ruang Ketua Fraksi Golkar Setya Novanto di lantai 12 gedung DPR, di ruangan Ignatius Mulyono, di ruang kerja Chairuman Harahap, di ruangan Mustokoweni. Ini
gimana keterangan saudara?" kata hakim Anwar.
"Lupa yang mulia," jawab Nazaruddin.
"Benar enggak?" cecar hakim Anwar.
"Lupa," timpal Nazaruddin.
Hakim Anwar tak puas dengan jawaban mantan anggota Badan Anggaran DPR itu.
Dia heran dengan Nazaruddin yang tiba-tiba lupa ketika berkaitan dengan Setnov.
Menurut hakim Anwar, Nazaruddin tak berani menyebut ketika berhadapan dengan Setnov secara langsung.
"Jangan lupa, ini tegas keterangan saudara. giliran terdakwa ada, saudara enggak mau sebut,
gimana saudara? Dulu saudara ditanya tegas, sekarang giliran [ada] terdakwa, enggak mau sebut," kata hakim Anwar.
Nazaruddin tak merespons. Suami Neneng Sri Wahyuni itu hanya terdiam dan terlihat menunduk.
Hakim Anwar kembali membacakan kesaksian Nazaruddin yang menyebut ada pembagian uang di ruang kerja Setnov.
"Terhadap realisasi keuntungan sebesar Rp2,55 triliun sebagai keuntungan untuk kepentingan DPR di lakukan di ruangan Ketua Fraksi Partai Golkar Setya Novanto di lantai 12 gedung DPR, di ruangan Ignatius Mulyono, di ruang kerja Chairuman Harahap dan di ruangan Mustokoweni. Benar ini? Jelas keterangan saudara," kata hakim Anwar.
Lagi-lagi Nazaruddin kembali terdiam.
Saat ditanya apakah keterangan tersebut akan dicabut, Nazaruddin kembali mengaku lupa.
"Lupa saya yang mulia," tutur Nazaruddin.
Hakim Anwar kemudian mengingatkan Nazaruddin agar hati-hati dalam memberikan keterangan.
Menurut hakim Anwar, seharusnya Nazaruddin tak emosi saat memberikan kesaksian soal penerima uang dari proyek e-KTP.
"Jangan kayak gitu pak, semudah itu lupa, mestinya ketika memberikan keterangan jangan emosi, pikir dulu. Kan kasihan, kalau benar enggak ada masalah," ujar hakim Anwar.
"Hakim itu kan maunya objektif, enggak berani juga zalimi orang. kalau benar ya benar, kalau salah, ya salah," kata Anwar.
Dalam surat dakwaan Andi Agustinus alias Andi Narogong disebutkan bahwa nilai proyek e-KTP sejumlah Rp5,9 triliun tak sepenuhnya digunakan untuk membiayai proyek milik Kementerian Dalam Negeri Irman.
Proyek e-KTP hanya menggunakan anggaran sebesar Rp2,6 triliun atau sebesar 51 persen setelah dipotong pajak dari nilai yang diusulkan.
Sedangkan sisanya sebesar 49 persen atau sejumlah Rp2,558 triliun dibagikan kepada pejabat Kementerian Dalam Negeri sebesar Rp365,4 miliar, anggota Komisi II DPR sejumlah Rp261 miliar, Setnov dan Andi Narogong sebesar Rp574,2 miliar, Anas Urbaningrum dan Nazaruddin sebesar Rp574,2 miliar serta keuntungan pelaksanaan proyek e-KTP sebesar Rp783 miliar.
(ugo/sur)