Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelusuri uang suap Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra sebesar Rp2,8 miliar. Hasilnya diketahui, baru separuh aliran dari total suap yang terdeteksi.
"Penyidik juga menelusuri asal usul uang selain Rp1,5 miliar yang ditarik dari bank. Karena dugaan penerimaan adalah Rp2,8 miliar," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Kamis (8/3).
Untuk menelusuri kasus suap, Febri mengatakan sudah ada tim yang diterjunkan untuk mendalami kasus tersebut. Penyelidikan difokuskan pada dugaan suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Kota Kendari tahun 2017-2018.
"Dalam beberapa hari ini tim diterjunkan ke Kendari untuk memperdalam beberapa informasi yang sudah kita dapatkan," terang dia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, penyidik juga memeriksa saksi-saksi yang diduga mengetahui ihwal suap yang menjerat Adriatama. Kebanyakan latar belakang saksi dari pihak swasta.
"Ada 5 saksi dari swasta yang kami periksa hari ini untuk mengkonfirmasi beberapa informasi baru terkait kasus ini," terang dia.
Diketahui, Adriatama merupakan calon Gubernur Sulawesi Utara yang kini terjerat sebagai tersangka suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkot Kendari tahun 2017-2018.
Selain itu penyidik juga menetapkan dua orang dari unsur swasta yakni Direktur Utama PT Sarana Bangun Nusantara (SBN) Hasmun Hamzah dan Mantan Kepala BPKAD Kota Kendari Fatmawati Faqih sebagai tersangka.
Adriatma diduga kuat telah menerima suap dari Hasmun Hamzah sebesar Rp2,8 miliar. Uang itu diberikan Hamsun Hamzah secara bertahap, pertama sebesar Rp1,5 miliar dan terakhir Rp1,3 miliar.
Dari kasus ini penyidik sudah mengamankan sejumlah barang bukti. Di antaranya, buku tabungan dengan keterangan adanya penarikan sebesar Rp1,5 miliar dan STNK serta kunci mobil yang diduga sebagai alat transportasi untuk membawa uang tersebut.
Adriatama selaku penerima suap dijerat dengan Pasal 11 atau Pasal 12 huruf a atau b Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
(lav)