Jakarta, CNN Indonesia -- Pusat Pelaporan dan Analisis Keuangan (PPATK) menemukan aliran dana pembelian Helikopter AW-101 ke Singapura dan Inggris sebesar Rp340 miliar. Kepala PPPATK Kiagus Ahmad Badaruddin menduga uang tersebut merupakan pembayaran atas pembelian Helikopter AW-101.
"Terdapat aliran dana oleh perusahaan penyedia barang ke luar negeri dengan nilai terbesar ke Singapura dan Inggris dengan total Rp340 miliar," ujar Kiagus dalam Rapat Kerja antara PPATK dengan Komisi III di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (18/4).
Kiagus menuturkan analisa PPATK atas pembayaran ke Singapura ditujukan kepada sebuah perusahaan yang terafiliasi dengan perusahaan penyedia AW-101.
Lebih lanjut, Kiagus menyampaikan ada kerugian negara sebesar Rp224 miliar atas pembelian Helikopter AW-101. Jumlah tersebut disebabkan adanya
mark up anggaran dari kontrak awal sebesar Rp514 miliar menjadi Rp738 miliar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Bahkan dalam analisa, PPATK juga menemukan kerugian negara sebesar Rp150 miliar yang disebabkan adanya selisih dana untuk pembayaran dengan dana yang dibayarkan atau diterima oleh perusahaan penyedia barang.
"PPATK sudah menyampaikan hasil analisa terkait kasus pengadaan Helikopter ke KPK serta informasi transaksi keuangan ke Panglima TNI dan KSAU," ujarnya.
KPK maupun Puspom TNI telah menetapkan tersangka dalam kasus pengadaan helikopter tersebut pada Agustus lalu. KPK sejauh ini baru menetapkan Direktur Utama PT Diratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia Saleh sebagai tersangka.
Sementara itu tersangka yang sudah ditetapkan Puspom TNI, di antaranya Wakil Gubernur Akademi Angkatan Udara Marsekal Pertama Fachri Adamy dalam kapasitas sebagai pejabat pembuat komitmen atau Kepala Staf Pengadaan TNI AU 2016-2017.
PT DJM diduga telah melakukan kontrak langsung dengan produsen heli AW-101 senilai Rp514 miliar. Namun, pada Februari 2016 setelah meneken kontrak dengan TNI AU, PT DJM menaikkan nilai jualnya menjadi Rp738 miliar.
(ugo)