Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden
Joko Widodo disebut akan segera menandatangani hasil revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi. Draf aturan itu disebut sudah berada di meja Jokowi untuk diteken.
Perpres baru itu diharapkan bisa meningkatkan skor indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia.
"Semua sektor yang menjadi fokus utama dalam Perpres itu, diarahkan untuk mencapai skor yang lebih baik. Disesuaikan juga, diarahkan dengan fokus-fokus kerja strategi-strategi," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di Gedung KPK, Jumat (25/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada 2017, IPK Indonesia hanya mendapat skor 37 atau sama seperti tahun sebelumnya. Secara peringkat, Indonesia berada di posisi 96 dari 180 negara yang ikut dalam survei Transparency International.
Syarif mengatakan revisi Perpres tentang Pencegahan Korupsi itu dilakukan oleh lima instansi, yaitu
Kantor Staf Presiden,
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi serta Kementerian Dalam Negeri.
Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan mengatakan kelima instansi tersebut mulai merancang strategi nasional pencegahan korupsi yang baru ini sejak 2017. Perpres Nomor 55/2012 dinilai kurang efektif melaksanakan kerja pencegahan korupsi.
"Bedanya yang 2012 dulu ada di Bappenas sekretariatnya, dan KPK tidak ikut secara formal di kegiatan," kata Pahala.
Pahala sedikit membeberkan kerangka kerja pada Perpres baru tersebut. Ia menyebut dalam Perpres itu terdiri dari tim nasional dan sekretariat nasional. Menurut Pahala, tim nasional seperti dewan pengarah dalam organisasi pada umumnya.
Tim nasional ini di antaranya diisi oleh Kepala Kantor Staf Presiden, Ketua KPK, Kepala Bappenas, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pan-RB. Tugas tim nasional ini untuk menentukan arah kegiatan pencegahan dan pemberantasan korupsi.
Sementara itu, sekretariat nasional posisinya di bawah tim nasional. Pahala menyebut sekretariat nasional dalam Perpres baru bertempat di KPK, dalam Kedeputian Pencegahan. Pada Perpres sebelumnya sekretariat nasional berada di Bappenas.
"Operasional itu ditetapkan ada di KPK. Di Kedeputian Pencegahan, sekretariat nasional," tuturnya.
Pahala mengungkapkan fokus kerja pencegahan korupsi dalam Perpres baru ini ada tiga, yakni keuangan negara, perizinan, penegakkan hukum dan reformasi birokrasi. Ia kemudian menjelaskan fokus kerja dari ketiga bidang tersebut.
Pencegahan korupsi pada wilayah keuangan negara akan meliputi penerimaan negara, mulai dari pajak, bea cukai, penerimaan negara bukan pajak, sampai pengeluaran negara.
Dalam pengeluaran negara akan dijabarkan kembali mulai perencanaan sampai implementasi pengadaan barang/jasa.
Kemudian pencegahan korupsi pada wilayah perizinan diharapkan memberikan kepastian dan juga menyasar perizinan di sektor Sumber Daya Alam, Perkebunan dan lain-lain. Selanjutnya, pencegahan korupsi pada wilayah penegakan hukum dan reformasi birokrasi.
"Kejaksaan dan kepolisian ada di pokja yang ketiga, untuk penegakan hukum dan reformasi birokrasi," tutur Pahala.
Lebih lanjut, Pahala mengatakan lembaga negara yang masuk dalam tim nasional pencegahan korupsi dalam Perpres baru tersebut diharapkan masing-masing dapat menjalankan strategi yang telah ditetapkan.
"Jadi timnas ini diharapkan ada peran spesifik. Kenapa ada Kemendagri? Kalau urusan sama pemda, nanti lewat Kemendagri. Kira-kira itu yang dirancang," kata dia.
Menurut Pahala, fungsi tim nasional ini nantinya hanya memberikan arahan kegiatan besar. Mereka akan melaporkan kerjanya selama enam bulan sekali kepada Presiden Jokowi setelah berkoordinasi dengan KPK dan Bappenas.
"Jadi ini kementerian ini enggak ribut nolak, jadi ini institusi yang memberi arahan kegiatan yang dilakukan oleh setnas (sekretariat nasional)," tuturnya.
(dal/gil)