KPK Keberatan RKUHP, Pemerintah Klaim Tak Ada Pelemahan

Abi Sarwanto | CNN Indonesia
Kamis, 31 Mei 2018 05:48 WIB
KPK menyampaikan keberatan dengan sejumlah poin pada RKUHP yang dinilai berisiko melemahkan lembaga tersebut dalam memberantas korupsi.
Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif menyebut KPK keberatan dengan sejumlah poin pada RKUHP yang kini tengah di bahas. Salah satunya, poin terkait pengaturan tindakan pidana korupsi.(CNN Indonesia/Hesti Rika)
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan kekhawatirannya terhadap Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang kini tengah diselesaikan pemerintah dan DPR. Sejumlah poin yang tengah dibahas dinilai berisiko melemahkan KPK.

Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif menyebut KPK keberatan dengan sejumlah poin pada RKUHP yang kini tengah di bahas. Salah satunya, poin terkait pengaturan tindakan pidana korupsi.

"Kami memandang, masih terdapat aturan yang beresiko melemahkan KPK dan pemberantasan korupsi jika sejumlah pasal-pasal tentang tindak pidana korupsi masih dipertahankan di RKUHP tersebut," kata Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif dalam konferensi pers, di gedung KPK, Jakarta, Rabu (30/5).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

KPK meminta seluruh tindak pidana korupsi tetap diatur dalam UU khusus di luar KUHP. Lembaga tersebut saat ini bahkan sudah menyampaikan surat penolakan terhadap poin tersebut kepada Pesiden, Ketua Panja RKUHP DPR, dan Kemenkumham.

Selain itu, KPK juga menilai kewenangan kelembagaan dan disparitas antara ketentuan UU Tipikor dan KUHP beresiko bagi pemberantasan korupsi ke depan. RKUHP tak memuat tegas soal kewenangan KPK dan aturan-aturan baru yang diadopsi dari UNCAC seperti korupsi di sektor swasta. Hal ini berisiko tak dapat ditanganinya korupsi di sektor swasta oleh KPK.


"UU KPK menentukan bahwa mandat KPK adalah memberantas korupsi sebagaimana diatur dalam UU Tipikor, bukan dalam KUHP (Pasal 1 angka 1 UU KPK)," katanya.

Terkait disparitas ketentuan, Laode menyebut RKUHP tak mengatur pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti. RKUHP juga disebut mengatur pembatasan penjatuhan pidana secara kumulatif pada Pasal 63. Ini membuat ancaman pidana denda turun.

"RKUHP mengatur pengurangan ancaman pidana sebesar 1/3 terhadap percobaan, pembantuan, dan permufakatan jahat tindak pidana korupsi. Hal berbeda dengan UU Tindak Pidana Korupsi saat ini," jelasnya.

Lebih lanjut, Laode menjelaskan bahwa beberapa tindak pidana korupsi dari UU Tipikor dimasukkan ke dalam Bab Tindak Pidana Umum RKUHP. Padahal kata dia, UU Tipikor lebih mudah diubah atau direvisi daripada KUHP.

"Tidak ada konsep dan parameter yang jelas dalam memasukkan yang diatur di luar KUHP (diatur dalam UU tersendiri) ke dalam RKUHP," katanya.


Untuk itu, KPK merekomendasikan sejumlah poin terhadap draf RKUHP. Pertama, RKUHP diminta melihat efektivitas dan prioritas kepentingan penegakan hukum.

"Sehingga pengaturannya sepatutnya memilih mana yang lebih dirasa efektif oleh penegak hukum, khususnya dalam pemberantasan korupsi," ujarnya.

Kedua, KPK mengusulkan pemerintah mengeluarkan delik korupsi secara keseluruhan di UU khusus (UU Tipikor seperti yang ada saat ini) karena dinilai lebih efektif.

"Agar penyelesaian RKUHP tidak berlarut-larut maka KPK mengusulkan pemerintah mengeluarkan delik-delik khusus seperti Tipikor, Narkotik, Pelanggaran HAM, Pencucian Uang, Tindak Pidana Terorisme. Delik-delik ini diatur seluruhnya di luar RKUHP," ujarnya.

Terakhir, KPK menilai revisi delik korupsi akan lebih efektif dan sederhana dilakukan melalui revisi UU Tipikor. Hal ini termasuk kebutuhan untuk memasukkan ketentuan UNCAC yang belum masuk, maupun penyesuaian dan peningkatan sanksi bagi pelaku korupsi.


Pemerintah Klaim Tak Ada Pelemahan

Menanggapi ini, Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Enny Nurbaningsih menjelaskan keberatan yang disampaikan KPK mengenai konsep pemidanaan masih didiskusikan.

Namun, kata Enny, dalam konsep pidana waktu tertentu, pemerintah memilih menyesuaikan masa hukuman sebesar 15 tahun dibanding menggunakan konsep pemberatan selama 20 tahun bagi terdakwa kasus korupsi.

"Kalau di UU Tipikor itu kan langsung disebutkan 3-20 tahun. Yang ini kemudian kami ingin menyesuaikan 15 tahun jadi ramai kesannya kayak turun," kata Enny terpisah di kompleks parlemen.

Enny menegaskan RKUHP yang tengah dirampungkan tidak merampas kewenangan KPK. "Kewenangan apa yang kami ambil? orang undang-undangnya saja masih bicara di pasal 1 bahwa UU KPK bahwa yang dimaksud tipikor adalah yang dimasukkan di UU ini, UU KPK," katanya. (agi)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER