Jakarta, CNN Indonesia -- Terdakwa kasus merintangi penyidikan kasus korupsi proyek e-KTP,
Fredrich Yunadi, mengklaim selalu begadang selama dua pekan untuk mengerjakan pleidoi atau nota pembelaan. Dia menyebut hasilnya kerjanya menjadikan pleidoi itu setebal 2000 halaman.
"Iya dong tiap hari sampai jam 04.00 pagi. Dua minggu begadang terus," kata Fredrich di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (22/6).
Fredrich turut memperlihatkan pledoinya yang dibagi dalam dua jilid. Ia meminta kepada stafnya meletakkan pleidoinya itu di sisi kanan kursi terdakwa yang akan dia tempati selama menjalani sidang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mantan kuasa hukum Setya Novanto itu mengaku bakal membacakan semua isi pledoi itu. Fredrich menyebut ada sejumlah fakta persidangan yang akan dia tuangkan dalam surat pembelaan tersebut.
"Iya saya bacakan semua. Nanti dengarkan saja, di sana itu kita mengungkap fakta persidangan," ujarnya.
Selain Fredrich, tim penasihat hukumnya juga akan membacakan pledoi yang disusun terpisah. Namun, pledoi tim kuasa hukum tak setebal pledoi yang dibuat Fredrich.
Frederich dituntut 12 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum KPK. Ia juga diminta membayar denda sebesar Rp600 juta subsider enam bulan.
Frederich dinilai terbukti merintangi penyidikan yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dalam kasus proyek e-KTP.
Ia didakwa bersama dengan dokter Bimanesh Sutarjo merekayasa data medis Setya Novanto, supaya bisa dirawat di RS Medika Permata Hijau pada November 2017 silam.
Setya sudah menjadi terpidana kasus korupsi proyek e-KTP dan mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin sejak 4 Mei lalu.
(ayp)