Jakarta, CNN Indonesia -- Kelompok
Jamaah Anshor Daulah (JAD) pimpinan Zainal Anshori alias Abu Fahry alias Qomaruddin bin M. Ali membantah menjadi dalang sejumlah aksi terorisme yang terjadi di Indonesia.
Kuasa hukum JAD, Asludin Hatjani dalam nota pembelaan atau pleidoinya menyatakan aksi terorisme yang dilakukan oleh sejumlah anggota JAD dilakukan tanpa sepengetahuan JAD secara kelompok atau organisasi.
Menurutnya, tindakan yang dilakukan oleh anggota JAD tidak sesuai dengan tujuan pendirian JAD yakni menghimpun orang-orang yang sepaham dengan khilafah untuk berangkat dan membantu perjuangan di Suriah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sesuai fakta hukum yang terungkap di persidangan jelas sekali terdakwa (JAD) tidak mengetahui dan tidak terlibat dalam perkara tindak pidana terorisme yang dilakukan oleh anggotanya," ucap Asludin saat membacakan pleidoi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Jumat (27/7).
Dia menerangkan, ketidakterlibatan JAD dalam sejumlah aksi terorisme yang dilakukan anggota JAD dapat dibuktikan dari keterangan saksi Abdurahman Hamidan alias Abu Asbal alias Iqbal bin Ahmad dalam persidangan yang mengaku baru mengetahui dirinya menjabat sebagai Sekretaris JAD saat diperiksa oleh polisi.
Asludin melanjutkan, berdasarkan keterangan tersebut maka dapat dinyatakan bahwa tindak terorisme yang dilakukan tidak berhubungan dan tidak bisa dipertanggungjawabkan kepada JAD.
"Berdasarkan uraian itu maka jelas unsur tindak pidana terorisme dilakukan oleh atau atas nama korporasi tidak terbukti secara sah dan meyakinkan," tuturnya.
Asludin juga menyatakan tindakan Saiful Muhtorir alias Abu Gar dalam proses pencairan uang untuk mendanai dan perekrutan salah satu pelaku aksi terorisme di kawasan Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat pada 14 Januari 2016 tidak bisa dipertanggungjawabkan kepada JAD.
 Zainal Anshori dan kuasa hukumnya saat s idang perdana pembubaran Jamaah Ansharut Daulah (JAD) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. (CNN Indonesia/Andry Novelino) |
Menurutnya, berdasarkan kesaksian Abu Gar aksi terorisme di kawasan Jalan MH. Thamrin dilakukan dengan berkoordinasi atas perintah narapidana kasus terorisme di Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan, Jawa Tengah yang bukan anggota JAD bernama Iwan Darmawan alias Rois.
Rois adalah sosok yang disebut menjalin komunikasi dengan pelaku serangan teror bom di kawasan Jalan MH. Thamrin. Komunikasi itu dilakukan via aplikasi tukar pesan Telegram.
"Fakta di persidangan Rois bukan anggota JAD. Dengan demikian, apa yang dilakukan Abu Gar tidak bisa dipertanggungjawabkan kepada terdakwa," ujar dia.
Berangkat dari hal itu, Asludin meminta Majelis Hakim PN Jakarta Selatan menyatakan JAD pimpinan Zainal Anshori tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 sebagaimana telah direvisi menjadi UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Dia juga meminta Majelis Hakim PN Jakarta Selatan membebaskan JAD dari segala dakwaan dan tuntutan yang menyatakan telah melakukan tindak pidana terorisme.
Asludin menambahkan, pihaknya juga meminta biaya dalam perkara ini ditanggung oleh negara.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Majelis Hakim PN Jakarta Selatan membekukan JAD pimpinan Zainal Anshori alias dan menyatakan sebagai organisasi terlarang.
Selain itu, jaksa meminta hakim PN Jakarta Selatan menjatuhkan pidana denda terhadap JAD sebesar Rp5 juta serta membekukan dan menyatakan sebagai korporasi terlarang terhadap organisasi lain yang berafiliasi kelompok militan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) atau Al-Dawla Al-Sham (DAESH) atau Islamic State of Iraq and Levant) atau Islamic State (IS).
"Menuntut Majelis Hakim PN Jakarta Selatan yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan Menjatuhkan pidana denda terhadap terdakwa JAD Rp5 juta dan membekukan korporasi atau organisasi JAD serta menyatakan sebagai korporsi yang terlarang," kata JPU Jaya Siahaan saat membacakan tuntutan di PN Jakarta Selatan, Kamis (26/7).
Menurutnya, JAD telah secara sah dan meyakinkan terbukti bersalah melakukan tindak pidana terorisme serta melanggar Pasal 17 ayat (3) UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
(pmg)