Jakarta, CNN Indonesia --
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) berencana membuat peraturan buat mengawasi aliran dana kampanye dalam Pileg dan Pilpres tahun 2019. Mereka bahkan berniat menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) supaya pengelolaan dana kampanye bisa terbuka.
"Kami lagi ngobrol dengan KPK apakah bisa ikut serta mengawasi. Yang ngga jelas kan diluar dan gelap-gelap itu," kata Anggota Bawaslu Rahmat Bagja, di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (4/9).
Bagja menilai keterlibatan KPK mengawasi dana kampanye diperlukan karena Bawaslu kerap menemukan sumber-sumber yang tidak jelas asalnya. Rahmat menyampaikan Bawaslu juga berencana melibatkan tim penaksir (
appraisal) di setiap daerah untuk mengakses dana kampanye. Keberadaan mereka dibutuhkan guna menilai kelayakan penggunaan dana kampanye dalam setiap kesempatan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rahmat menyatakan peraturan yang sejatinya sudah diatur dalam Peraturan KPU itu sedianya akan dibuat juga dalam Peraturan Bawaslu. Dia mengatakan saat ini tengah membahas aturan itu sebelum digodok dan diputuskan bersama dengan Komisi II DPR.
"Kami lagi perbaiki Peraturan Bawaslu untuk menambahkan ini (mengakses dana kampanye)," ujar Rahmat.
Rahmat mengatakan dana kampanye yang ingin diakses oleh Bawaslu adalah laporan awal, laporan pertengahan, dan laporan akhir dana kampanye. Dana yang hendak diakses oleh Bawaslu telah diatur dalam PKPU Nomor 24/2018 tentang Dana Kampanye Pemilu.
Rahmat menjelaskan rencana Bawaslu turut mengakses dana kampanye bertujuan menilai kepatuhan calon dan partai politik dalam menggunakan dana kampanye. Sebab, Bawaslu khawatir penggunaan dana kampanye tidak seimbang.
"Tidak bisa penerimaan kecil, pengeluarannya besar. Dari mana dananya? Itu yang ingin kami lihat," ujarnya.
Di sisi lain, Rahmat mengaku tidak ada aturan yang memberi kewenangan bagi Bawaslu untuk mengakses dana kampanye. Namun, ia membandingkan rencana Bawaslu dengan tindakan KPU melarang eks koruptor menjadi bakal caleg meski bertentangan dengan UU.
"Di UU tidak bisa. (Nanti KPU menolak) itu yang selama ini terjadi," ujar Rahmat.
(ayp)