Gejolak Warga Di era kepemimpinan Fauzi Bowo, terbit Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta pada 23 Oktober 2009. Isinya berupa Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT) seluas kurang lebih 1.661.069 meter persegi kepada PT Mitra Sindo Makmur, anak usaha PT Modernland Realty Tbk yang mengembangkan Jakarta Garden City.
Di sisi lain, Sutiman dan kawan-kawan mulai menggugat Pemprov DKI Jakarta hingga ke meja hijau pada 2011. Mereka mengklaim memiliki lahan seluas 60 hektare di Waduk Rawa Rorotan.
Tahun berikutnya, tepatnya 12 Juni 2012, Pengadilan Negeri Jakarta Timur memenangkan gugatan warga dan menolak klaim Pemprov DKI atas lahan di waduk tersebut.
Namun pada 7 Januari 2014, Pengadilan Tinggi membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Putusan itu diperkuat di tingkat kasasi pada 19 Juli 2017, Mahkamah Agung memutuskan Pemprov DKI Jakarta adalah pemilik sah atas tanah tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penguasaan tanah di tempat itu terus berlanjut. Berdasarkan Surat Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah nomor 4053/-1.793.43 tertanggal 28 Oktober 2015, Mitra Sindo Makmur diwajibkan membangun waduk seluas 25 hektare.
Sebelum membangun waduk, warga menuntut pembebasan lahan yang selama bertahun-tahun telah digarap.
Salah satu warga, Markasih mengatakan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang saat itu menjabat Gubernur DKI Jakarta, pernah memerintahkan Saefullah membayar Rp103 miliar untuk mengganti rugi hak warga sebelum membangun waduk.
 Sekretaris Daerah Pemprov DKI Jakarta Saefullah. (CNN Indonesia/Feri Agus Setyawan) |
Namun, Saefullah membantah klaim Markasih. Ia juga menyatakan bahwa Ahok tak pernah memerintahkan jajarannya untuk membebaskan lahan di sana.
"Bukan pembebasan lahan. Kalau ada persoalan di antara mereka, selesaikan di antara mereka. Kita jangan terlibat," kata Saefullah kepada
CNNIndonesia.com di Gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa (4/9).
Dia pun menegaskan lahan di Waduk Rawa Rorotan merupakan aset Pemprov DKI Jakarta. Karena itu, kata Saefullah, Teguh perlu dibela. Dia juga meminta para pihak yang tak puas bisa menempuh jalur hukum.
"Tuntut saja ke pengadilan," ujarnya.
Perintah Ahok Pada sebuah rapat pimpinan tahun 2016, Gubernur Basuki memerintahkan seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk mengamankan aset Pemprov DKI Jakarta. Ahok, sapaan Basuki, baru saja kehilangan aset bekas Kantor Wali Kota Jakarta Barat yang jatuh ke tangan swasta karena tak tertib aset.
"Saya perintahkan kepada seluruh SKPD, kamu orang harus pertahankan. Bahkan kalau harganya Rp300 ribu pun kamu harus pertahankan mati-matian. Saya tidak mau terulang aset-aset kita berpindah tangan atau diserobot oleh orang," kata Teguh menirukan ucapan Ahok saat ditemui
CNNIndonesia.com di STIA LAN, Jakpus, Jumat (31/8).
 Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) saat menjabat Gubernur DKI Jakarta. (CNN Indonesia/Christie Stefanie) |
Teguh segera mengamankan aset seluas 25 hektare di Waduk Rawa Rorotan. Dia menyatakan tak ada uang untuk pembebasan lahan karena tanah itu tercatat oleh BPAD DKI sebagai aset Dinas SDA dengan nomor 11.05.11.00.00.00.000.1996-01.07.02.01.00011.
Proyek tersebut mulai dikerjakan setelah Dinas SDA DKI Jakarta menerbitkan surat pemberitahuan pelaksanaan pembangunan Waduk Rawa Rorotan kepada Wali Kota Jakarta Timur pada 24 Maret 2016. Akhirnya Mitra Sindo Makmur membangun Waduk Rawa Rorotan.
Ingatan Sutiman masih jelas ketika warga menggelar aksi penolakan proyek pembangunan waduk. Saat itu pihak Kelurahan, Kecamatan, hingga Biro Hukum Wali Kota Jakarta Timur datang ke lokasi dengan pengawalan Satuan Polisi Pamong Praja, bahkan Brimob dan tentara.
Meski ada surat perintah pengerjaan proyek waduk, Sutiman merasa pemerintah belum membebaskan lahan miliknya. Sutiman dan beberapa orang lainnya berusaha menggagalkan proses penggalian waduk kala itu.
"Tetap digali juga, waktu itu masyarakat mau masuk enggak berani karena dijaga tentara. Saya masyarakat kecil, ya enggak mampu lawan mereka," kata Sutiman.
Setelah proyek pembangunan waduk berjalan, Sutiman ikut melaporkan pihak Pemprov DKI Jakarta ke Polda Metro Jaya.
"Felix Tirtawidjaja bos spekulan tanah yang bernama Ayub. Kini berduet dengan Sutiman bin Ayub melaporkan Teguh Hendarwan," kata Habib Wangsa, kuasa hukum salah satu warga, via pesan singkat kepada
CNNIndonesia.com, Minggu (2/9).
Pada 20 Agustus lalu, waduk itu telah rampung dan diserahkan kembali ke Pemprov DKI. Wali Kota Jakarta Timur mengeluarkan Berita Acara Serah Terima Nomor 2605/-1.793.43 dan 58/MSM-DIRUT/BAST/VIII/2018.
 DPRD DKI Jakarta menyebut kasus sengketa tanah di Rawa Rorotan super kusut. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Dewan Angkat Tangan DPRD DKI Jakarta berusaha mengurai benang kusut dari sengketa lahan di Waduk Rawa Rorotan. Pada April 2018, Komisi A sempat menggelar rapat untuk mendengarkan keluhan warga Rawa Rorotan yang mengaku memiliki hak kepemilikan tanah di sana.
Tiga pihak dihadirkan, yaitu PT Taman Gapura Indah Jaya, ahli waris Chairul, dan ahli waris Haji Soleh. Ketiganya mengklaim berhak atas ganti rugi tanah tersebut. Namun setelah itu, tidak ada lagi kelanjutan dari DPRD untuk menyelesaikan sengketa.
"Saya cuma komentar singkat saja. Masalahnya super kusut, sehingga Komisi A tidak menindaklanjuti dengan rapat selanjutnya," kata Sekretaris Komisi A Syarief kepada
CNNIndonesia.com di Gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa (4/9).
"Kemarin yang mengaku di sini [rapat di DPRD] tiga. Mungkin kalau di sana bisa sepuluh yang mengaku-ngaku," tambahnya.
Sementara itu, Gubernur Anies Baswedan mengatakan Teguh telah melapor kepada dirinya. Dia juga telah berkonsultasi dengan pelaksana tugas Badan Kepegawaian Daerah Budihastuti terkait hak dan kewajiban para aparatur sipil negara yang terlibat kasus hukum.
Namun Kepala Biro Hukum Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Yayan Yuhanah hanya bisa memberikan bantuan konsultasi hukum kepada Teguh yang kini berstatus tersangka. Pihaknya tak bisa memberikan bantuan pendampingan pengacara.
"Kalau pidana harus ada pendampingan pengacara. Nah, kami enggak bisa Biro Hukum," kata Yayan.
Sengketa lahan di Rawa Rorotan belum juga terang di tengah proses penyelesaian pembangunan waduk yang terus dikebut.
(pmg/asa)