Jakarta, CNN Indonesia -- Tahun 2018 mungkin bisa disebut sebagai tahun korupsi kepala daerah. Sepanjang tahun, paling tidak sampai pertengahan Desember 2018, puluhan
kepala daerah, baik yang masih menjabat atau telah selesai menjabat menjadi pesakitan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Berdasarkan data KPK, dari 2004 sampai Desember 2018 sedikitnya 106 kepala daerah telah ditetapkan sebagai tersangka. Kepala daerah ini meliputi gubernur, bupati maupun wali kota, termasuk juga wakil kepala daerah.
Untuk tahun ini saja, sebanyak 31 kepala daerah dijerat lewat operasi tangkap tangan (OTT), penyelidikan, pengembangan perkara, serta pelimpahan kasus dari aparat penegak hukum lain.
Kasus yang menjerat mereka pun beragam mulai dari suap, memperkaya diri sendiri atau pihak lain, gratifikasi, serta pencucian uang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kepala daerah pertama yang ditetapkan sebagai tersangka tahun ini adalah Bupati Hulu Sungai Tengah, Abdul Latif. Kader Partai Berkarya itu dijerat usai dicokok lewat OTT, 4 Januari 2018.
Abdul Latif menerima suap Rp3,6 miliar dari Direktur PT Menara Agung Pusaka Donny Witono terkait proyek pekerjaan pembangunan ruang perawatan kelas I, II, VIP dan super VIP di RSUD H Damanhuri Barabai tahun anggaran 2017.
Masih di bulan yang sama, lembaga yang kini dipimpin Agus Rahardjo Cs itu menetapkan Bupati Kebumen Mohammad Yahya Fuad sebagai tersangka. Yahya dijerat lantaran menerima suap dan gratifikasi terkait sejumlah proyek yang menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2016.
Pengujung Januari 2018, KPK menetapkan Bupati Halmahera Timur Rudy Erawan sebagai tersangka dalam pengembangan kasus suap proyek jalan di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Rudy menerima Rp6,3 miliar dari Amran HI Mustary selaku Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara.
Selanjutnya, pada 2 Februari 2018, lembaga antirasuah itu mengumumkan penetapan tersangka Gubernur Jambi Zumi Zola. Saat itu, politikus PAN tersebut disebut menerima uang Rp6 miliar bersama Kepala bidang Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Jambi Arfan terkait sejumlah proyek di Provinsi Jambi.
 Zumi Zola. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay) |
Kasus Zumi ini adalah pengembangan dari OTT terhadap anak buahnya dan anggota DPRD Jambi dari Fraksi PAN, Supriyono akhir 2017. Zumi juga ditetapkan sebagai tersangka suap kepada sejumlah anggota DPRD terkait pengesahan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (R-APBD) Jambi tahun anggaran 2017-2018.
Setelah itu, sepanjang Februari 2018, berturut-turut KPK mencokok Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko (calon bupati Jombang), Bupati Ngada Marianus Sae (calon gubernur Nusa Tenggara Timur), Bupati Subang Imas Aryuminingsih (calon bupati Subang), Bupati Lampung Tengah Musatafa (calon gubernur Lampung), Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra dan ayahnya yang juga mantan Wali Kota Kendari Asrun (calon gubernur Sulawesi Tenggara).
Para kepala daerah itu diduga menerima suap, baik terkait proyek maupun jual-beli jabatan di lingkungan pemerintahannya masing-masing.
Beranjak ke Maret 2018, komisi antikorupsi itu menetapkan mantan Bupati Kepulauan Sula Ahmad Hidayat Mus sebagai tersangka. Hidayat Mus bersama adiknya Zainal Mus diduga merugikan negara Rp3,4 miliar terkait pengadaan lahan Bandara Bobong di Kabupaten Kepulauan Sula tahun anggaran 2009.
Tiga bulan berlalu, atau pada awal Oktober 2018, KPK baru kembali mencokok kepala daerah. Kala itu Wali Kota Pasurun Setiyono yang dicokok tim KPK. Setiyono lantas ditetapkan tersangka suap terkait pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Kota Pasuruan yang bersumber dari APBD Tahun Anggaran 2018.
Selanjutnya KPK menetapkan Bupati Malang Rendra Kresna sebagai tersangka suap dan gratifikasi. Rendra diduga menerima suap terkait penyediaan sarana penunjang peningkatan mutu pendidikan pada Dinas Pendidikan Pemerintah Kabupaten Malang. Dia diduga menerima total Rp7 miliar.
Tak sampai di situ, KPK juga menjerat Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin sebagai tersangka suap pengurusan izin proyek pembangunan Meikarta, di Cikarang, Kabupaten Bekasi. Neneng diduga menerima sekitar Rp10 miliar dari PT Lippo Cikarang Tbk.
Kemudian, Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra, mantan Wakil Bupati Malang Ahmad Subhan, Bupati Pakpak Bharat Remigo Yolando Berutu, Bupati Jepara Ahmad Marzuqi, dan terakhir Bupati Cianjur Irvan Remigo Muchtar. Tak menutup kemungkinan akan bertambah kepala daerah yang ditetapkan sebagai tersangka menjelan pergantian tahun.
Tak sedikit pula para kepala daerah ini ditetapkan dua sampai tiga kali sebagai tersangka setelah proses penyidikan mereka berjalan. Beberapa kepala daerah di atas juga ada yang telah divonis bersalah maupun masih menjalani persidangan.
31 kepala daerah yang ditetapkan sebagai tersangka sepanjang tahun ini berasal dari sejumlah kader partai politik.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan bahwa pihaknya tak pernah menargetkan jumlah tersangka, khususnya kepala daerah untuk ditetapkan sebagai tersangka. Saut menyebut sepanjang KPK memiliki bukti permulaan yang cukup maka akan menetapkan seseorang sebagai tersangka termasuk kepala daerah.
“Enggak lah, mana boleh menarget-narget. Yang dilakukan lebih pada penegakan kebenaran dan keadilan karena KPK memang memiliki bukti,” ujarnya kepada
CNNIndonesia.com beberapa waktu lalu.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan laporan dugaan korupsi di daerah cukup banyak yang masuk ke KPK. Menurut Febri, masyarakat di daerah juga kerap protes lantaran KPK tak menggubris laporan dugaan korupsi yang diduga melibatkan kepala daerah.
“Ini KPK seolah-olah hanya punya Jakarta ini, kepala daerah kami ini seperti ini (korupsi) segala macam,” kata Febri mencontohkan protes masyarakat daerah pada KPK.
Febri mengatakan bahwa korupsi yang dilakukan kepala daerah sangat dirasakan langsung oleh masyarakat setempat. Terlebih, daerah yang dipimpin oleh gubernur, bupati atau wali kota selama dua periode atau membangun dinasti.
Lebih lanjut, menurut Febri korupsi yang dilakukan kepala daerah tak bisa dipandang sebelah mata bila melihat dari total kerugian negara. Febri mencontohkan Bupati Lampung Selatan Zainudin Hasan yang saat OTT diamankan uang sekitar Rp700 juta, namun usai penyidikan berjalan total harta ‘haram’ yang ditimbun Zainudin mencapai Rp106 miliar.
“Makannya kita melihat masyarakat yang menyambut OTT dengan cukur kepala di Klaten, spanduk terima kasih, saat Cianjur juga ada yang datang kasih piala. Dan banyak juga daerah yang kasih ucapan terima kasih,” ujarnya.